HAGATNA, KOMPAS.com - Umat Katolik di Guam menggelar acara doa untuk perdamaian, di Ibu Kota Hagatna, Minggu (13/8/2017).Â
Acara ibadah itu digelar di bawah bayang-bayang ancaman peluru kendali Korea Utara.
Askup Agung Guam Michael Byrnes yang memimpin acara itu meminta "kehati-hatian" di tengah perang kata-kata yang kian memuncak antara Amerika Serikat dan Pyongyang.
"Umat harus berdoa untuk sebuah resolusi yang adil, dan juga kehati-hatian dalam perkataan serta tindakan," kata Michael Byrnes, seperti dikutip AFP.Â
Byrnes pun mengingatkan adanya seruan dunia internasional agar Presiden AS Donald Trump menahan diri dalam mengumbar pernyataan-pernyataannya.Â
Kendati banyak pihak menjadikan Guam sebagai pusat perhatian menyusul ancaman Korut, namun banyak warga yang mengatakan bahwa mereka tidak terpengaruh.
"Saya benar-benar tidak takut, karena jika sudah waktunya kita mati, maka itulah saatnya kita mati," kata Sita Manjaras (62), seorang pensiunan guru dari Tamuning.
Sementara, Pastor Mike Crisostomo mengatakan, tanggapan umat dalam menghadapi ancaman semacam itu hanyalah dengan berpegang pada iman dan terus berdoa.Â
"Itu akan menunjukkan ke dunia lain, ke negara-negara lain, bahwa Guam mungkin kecil, tapi iman dan kepercayaan kita lebih besar," kata Crisostomo.
Dora Salazar (82), yang melakukan perjalanan sejauh 14 kilometer dari Desa Mangilao untuk hadir dalam acara ini mengaku terus mendoakan pemimpin Korut Kim Jong-Un.
"Kami berdoa agar Tuhan menyentuh hati dia," kata Salazar.