Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rapat Paripurna, Gerindra Ngotot "Presidential Threshold" Dihapus

20 Juli 2017   13:14 Diperbarui: 20 Juli 2017   13:26 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rapat paripurna DPR RI pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), Kamis (20/7/2017).

Rapat paripurna DPR RI pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), Kamis (20/7/2017).JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Gerindra bersikeras agar presidential threshold Pemilu 2019 dihapus.

Pandangan itu disampaikan oleh beberapa anggota Fraksi Gerindra dalam rapat paripurna pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu, Kamis (20/7/2017).

Muhammad Syafi'i anggota Fraksi Gerindra menyampaikan interupsi agar DPR mempertimbangkan aspek konstitusional presidential threshold.

Syafi'i menyatakan, dalam putusan Mahkamah Konstitusi, pemilu dilakukan serentak. Dengan demikian, keberadaan presidential threshold dirasa menghilangkan aspek keserentakan pemilu.

"Dengan prinsip keserentakan maka setiap partai politik berhak mencalonkan presiden," ujar Syafi'i.

(Baca juga: Gerindra Sebut Argumen Pemerintah soal "Presidential Threshold" Keliru)

Hal senada disampaikan anggota Fraksi Gerindra lainnya, Ramson Siagian. Ia mengatakan bahwa RUU Pemilu dirancang untuk menghindari adanya calon tunggal.

Sedangkan, menurut dia, keberadaan presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional justru berpotensi memunculkan calon tunggal.

"Kalau dipaksakan 20 persen potensi calon tunggal terjadi dan ini tak sesuai dengan amanat reformasi yang kita perjuangkan," kata Ramson.

"Saya bersama Pak Tjahjo (Kumolo) dan Agun (Gunandjar) di masa Orde Baru bahas itu. Kalau (sekarang) pegang kekuasan jangan yang diaplikasikan sistem lama. Karena itu dulu mengarah pada sistem otoriter," ujar dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun