Namun, kondisi sekarang berbalik 180 derajat. Lorong-lorong di lantai 3, 4, dan 5 terlihat sepi pembeli. Hanya beberapa kios yang buka. Sementara kios lainnya, terutama yang berada jauh dari anak tangga atau eskalator tutup, dan ditempel tulisan disewakan.
"Hawa kehidupan" terlihat lebih terasa di lantai 1 dan 2. Hampir 80 persen toko buka, namun juga tetap sepi pembeli.
"Sekarang kan pusat perbelanjaan bukan hanya di Jakarta, bukan hanya di Glodok. Khususnya pedagang elektronik di pinggiran Jakarta juga banyak," kata Asisten Manager Pasar Glodok PD Pasar Jaya, Aswan.
Diakui Aswan, di masa jayanya, Glodok merajai perdagangan barang-barang elektronik. Tak hanya di Jabodetabek, sejumlah wilayah di Tanah Air pun menjadikan Glodok sebagai kiblatnya.
Para pedagang yang berjualan di sini pun tak hanya menjual barang untuk partai besar, tetapi juga partai kecil dan eceran. Namun sekarang kondisi itu sudah berubah.
Dari 1.880 kios yang ada di Pasar Glodok, yang tercatat aktif berdasarkan data Pasar Jaya hanya 1.167 kios. Ini berarti 48 persen kios di sana tutup dan tak beroperasi.
Namun, Aswan menyebutkan, bila melihat realita di lapangan, pedagang yang non-aktif sebenarnya jauh lebih banyak.
"Mereka memilih menutup, dan menyewakan kiosnya," kata dia.
Kondisi yang sama pun, sebut dia, juga dirasakan para pedagang yang berjualan di pusat perbelanjaan yang berada di sekitar Glodok, seperti Glodok Plaza, Harco Glodok, dan Glodok Orion.
"Silakan saja tanya kalau jalan ke Glodok Plaza, sepi juga. Mereka juga merasakan sepi," ucapnya.