Alfons Tanujaya dari Vaksincom menyebut, tidak seperti WannaCry, Petya sebenarnya diciptakan bukan untuk mencari uang. Petya hadir untuk merusak sistem komputer.
"Petya tetap bisa infeksi komputer meskipun sudah di-patch lengkap. Petya enkripsi bukan untuk uang, tetapi merusak sistem komputer," kata Alfons melalui layanan pesan singkat.
Si pembuat Petya sendiri diduga tidak mengetahui kunci dari enkripsi tersebut. Jadi, percuma saja membayar tebusan sebesar 300 dollar AS itu.
"Jadi (si pembuat Petya) tidak peduli untuk simpan kunci deskripsi. Kalau WannaCry itu rapi banget sistem penyimpanan kunci dan pengiriman kunci dijaga dengan sangat baik, supaya bisa dapat uang tebusan dari kunci deskripsi," tutur Alfons.
Sudah masuk Indonesia?
Pertanyaannya, apakah ransomware Petya sudah terdeteksi di Indonesia? Menurut Alfons, saat ini belum ada laporan mengenai Petya di Indonesia. Namun, para pengguna komputer tetap harus waspada.
"Mungkis pas Senin (3/7/2017) baru ketahuan pas balik dari liburan (Lebaran 2017)," tutur Alfons.
Saat ini, Petya baru diketahui menginfeksi server di perusahaan minyak terbesar Rusia, mengganggu operasi di bank Ukraina, dan mematikan komputer di perusahaan perkapalan serta periklanan multinasional.
Laporan pertama organisasi yang diserang muncul dari Rusia dan Ukraina, namun dampaknya cepat menyebar ke barat ke komputer di Rumania, Belanda, Norwegia, dan Inggris.
Perusahaan farmasi Merck tercatat sebagai pihak pertama di Amerika Serikat yang melaporkan mengalami serangan.
Perusahaan lain yang mengaku telah terkena serangan cyber termasuk produsen minyak Rusia Rosneft, perusahaan bahan konstruksi Prancis Saint Gobain, dan biro iklan terbesar di dunia WPP - meskipun tidak jelas apakah masalah mereka disebabkan oleh virus yang sama.