TOKYO, KOMPAS.com - Dalam kurun beberapa dekade terakhir, gaji pegawai pria di Jepang lebih tinggi dibandingkan gaji pegawai wanita. Akan tetapi, kenyataan itu saat ini runtuh dalam beberapa waktu terakhir.
Gaji pegawai pria saat ini stagnan. Selain itu, terjadi pula peningkatan jumlah wanita dan ibu yang bekerja, sehingga dominasi pria sebagai pencari nafkah utama di keluarga kian pudar.
Mengutip Bloomberg, Kamis (29/6/2017), kondisi ini pun mengubah bagaimana anak-anak Jepang memandang orang tua mereka.
Menurut sebuah riset, untuk pertama kalinya anak-anak Jepang kini lebih menghormati ibu ketimbang ayah mereka.
Di samping itu, sebuah survei yang dilakukan Shinsei Bank menunjukkan bahwa para istri saat ini terus memangkas uang saku suami mereka. Layaknya di Indonesia, rumah tangga di Jepang dikelola oleh para istri.
Dalam dua dekade terakhir, rata-rata upah dasar pegawai pria merosot 0,5 persen. Meskipun harga yang flat atau turun cenderung memberi sedikit dampak bagi daya beli, namun stagnasi upah berarti membuat uang saku sulit meningkat.
Sebaliknya, peningkatan jumlah wanita yang masuk ke dalam angkatan kerja berarti gaji mereka naik, yakni hingga 15 persen dalam periode yang sama. Ini adalah data dari Kementerian Tenaga Kerja Jepang.
Peningkatan gaji wanita dapat menambah pendapatan keluarga dan mensubsidi gaji para suami yang stagnan. Namun, kondisi ini membuat pandangan terhadap wanita di rumah berubah, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Hakuhodo Institute of Life and Living.
Jumlah anak yan menyatakan mereka menghormati ibu mereka meningkat ke rekor tertinggi, yakni 68,1 persen. Ini adalah pertama kalinya angka tersebut melampaui jumlah anak yang menghormati ayah mereka.
Sekira 62 persen anak menyatakan, mereka menghormati ayah mereka. Survei tersebut dilakukan oleh Hakuhodo sejak tahun 1997 silam.
"Kami menduga hubungan antara ibu dan ayah berubah karena meningkatnya jumlah rumah tangga dengan pendapatan ganda. Lebih banyak ibu saat ini bekerja. Mereka bekerja dan cemerlang di luar rumah, namun mereka juga mengurus pekerjaan di rumah," tulis Hakuhodo Institute dalam pernyataan tertulisnya.
Adapun Koya Miyamae, ekonom di SMBC Nikko Securities menyatakan para pria Jepang terus menghadapi lingkungan yang keras. Miyamae sendiri uang sakunya tidak naik dalam beberapa tahun terakhir.
"Stagnasi ini terkait kecemasan mengenai pertumbuhan upah, pajak yang lebih tinggi, dan populasi yang kian menua. Ini adalah masalah yang lebih besar," ujar Miyamae.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H