Tidak diduga, setelah berita dan fotonya dimuat, beberapa pemilik restoran yang dulu menolak Rustono mentah-mentah, malah menelponnya untuk menjadi pelanggan tempe.
“Kaget saya dapet telepon, ‘Anda Rustono? Kamu mungkin tak ingat saya, tapi saya ingat mukamu di koran, kamu yang pernah datang ke restoran saya dan saya tolak. Sekarang mana tempemu, saya mau jadi langgananmu’,” ujarnya memperagakan.
Di sanalah titik balik kehidupan seorang Rustono dengan tempenya yang kian diterima masyarakat Jepang.
Mimpi di batas langit
“Ada orang bilang langit adalah batas impian, lalu saya punya ide gimana impian saya ada di langit. Saya berfikir gimana tempenya bisa sampai langit,” ujarnya mengisahkan.
Teringat mimpinya semasa kecil yang ingin naik pesawat, ternyata kala itu pesawat Boeing tertinggi terbang diatas 13.000 mdpl. Ia pun langsung berkeinginan tempenya dimakan oleh setiap orang yang melewati ketinggian tersebut.
Tak pikir panjang ia menemui Manajer Garuda Indonesia dan sang penentu masakan dalam kabin, yaitu Wiliam Wongso.
“Saya tak meminta, cuman becerita mimpi. ‘Pak Wiliam, saya mengimpkan bagaimana jika wisatawan yang mau ke Indonesia, sebelum sampai, mencoba makanan khas Indonesia dulu,” ujarnya.
Pada saat itu juga, Chicken and Rusto’s Tempe Curry menjadi menu penerbangan Garuda Indonesia dari Kyoto, Jepang ke Denpasar, Indonesia.
“Dari perjuangan itu saya belajar membuat makanan dengan cinta, dan menekuni dengan hati. Tak bisa hanya enak, tapi ada cerita di balik produknya yang dibalut perjuangan dan cinta. Itulah yang sangat membantu,” tutupnya.
Saat ini ia telah mengganti peta Jepang dengan peta dunia di rumahnya, di Prefektur Shiga, Jepang. Tempenya pun mulai tersebar di banyak negara di Eropa, Asia, dan Amerika.