JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai upaya pembubaran organisasi kemasyarakatan melalui keputusan presiden bertentangan dengan asas negara hukum.
Hal itu disampaikan Yusril menanggapi rencana pemerintah yang akan membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui perppu atau keppres.
Yusril menyatakan, pembubaran ormas melalui keppres melanggar norma hukum yang ada, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas yang di dalamnya mengatur prosedur pembubaran ormas.
Usulan mengenai pembubaran ormas melalui keppres sebelumnya diusulkan oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie.
Menurut Jimly, melalui keppres, upaya pembubaran HTI oleh pemerintah bisa dilakukan dengan cepat dan tak perlu melalui proses peradilan yang butuh waktu lama.
(Baca: Jimly Sarankan Presiden Bikin Keppres untuk Bubarkan HTI)
Yusril mengatakan, ormas yang sudah disahkan sebagai badan hukum tidak dapat dibubarkan begitu saja oleh pemerintah, melainkan setelah ada izin atau persetujuan pengadilan.
"Ini semata-mata dilakukan untuk mencegah Presiden bertindak sewenang-wenang membubarkan ormas yang mungkin saja berseberangan dengan dirinya," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Kamis (18/5/2017).
Dalam negara hukum yang demokratis sebagaimana dianut oleh UUD 1945, tidak ada tindakan penyelenggara negara yang dapat dilakukan tanpa landasan hukum yang jelas.
Karena itu, tak boleh dibukakan pintu bagi Presiden Joko Widodo untuk bertindak sewenang-wenang di luar hukum.
Kecuali, ada situasi sangat genting yang memaksa presiden untuk mengambil langkah revolusioner dalam keadaan yang tidak normal untuk menyelamatkan bangsa dan negara.