JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mempertimbangkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal-pasal yang menjerat Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Kepala Badan Hukum dan Advokasi Pusat PDI-P, Junimart Girsang menuturkan, pihaknya masih mendiskusikan hal tersebut.
"Pasal 156a KUHP dan pasal tentang putusan pengadilan. Apakah putusan pengadilan itu bisa dieksekusi tanpa inkrah atau gimana," kata Junimart saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (13/5/2017).
Adapun terkait Pasal 156a, Junimart menilai tak memiliki batas penafsiran yang jelas. Sehingga penegak hukum kerap menafsirkannya sendiri-sendiri. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Undang-undang harus tegas tanpa tafsir," tutur Anggota Komisi III DPR itu.
Pasal 156 a berbunyi, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa".
(Baca: Kejaksaan Pastikan Banding atas Vonis Ahok)
Sementara terkait aturan penghukuman, ia mengatakan perlu ada evaluasi. Hukuman yang dijatuhkan terhadap Ahok dinilai janggal jika dibandingkan dengan kasus-kasus serupa.
Salah satunya kasus perusakan dan pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara beberapa waktu silam.
"Kenapa untuk seorang Ahok hukumannya 2 tahun, kenapa perusak tempat ibadah hanya 2 bulan? Ini kan aneh-aneh perlu kita evaluasi. Ada apa? Sementara yang sudah fisik di Tanjung Balai, misalnya. Sudah nyata, fakta tidak perlu pembuktian. Kenapa bisa beda-beda begitu " tuturnya.
Saat ini, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga tengah dibahas di Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR. Junimart berharap, hasil uji materi nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasan RKUHP.