Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Presiden Sekalipun Tak Bisa Intervensi KPK, apalagi DPR"

28 April 2017   21:00 Diperbarui: 29 April 2017   03:40 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuasa hukum Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto, Abdul Fickar Hadjar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2015).

Kuasa hukum Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto, Abdul Fickar Hadjar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2015).JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universtitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, hak angket yang diajukan DPR RI tak akan mengubah sikap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia mengatakan, DPR tidak bisa mengintervensi KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani, kepada publik.

"Presiden sekalipun sebagai kepala eksekutif tidak bisa mengintervensi KPK, apalagi DPR," ujar Fickar melalui siaran pers, Jumat (28/4/2017).

Fickar menganggap keputusan persetujuan hak angket terlalu terburu-buru tanpa mempertimbangkan hal-hal yang diatur dalam undang-undang. 

Meski hak angket merupakan hak konstitusional DPR, tetapi juga fungsi pengawasan kekuasaan legislatif terhadap eksekutif.

Sementara, KPK merupakan lembaga penegak hukum yang independen. Siapapun, kata dia, tidak bisa mencampuri wilayah hukum lembaga penegak hukum manapun.

(Baca: KPK Tak Akan Buka Rekaman dan BAP Miryam untuk DPR)

"Dalam konteks fungsinya sebagai penegak hukum, KPK termasuk kekuasaan kehakiman yang harus bebas dari segala intervensi kekuasaan lain, yaitu eksekutif dan legislatif," kata Fickar.

Fickar mengatakan, jika DPR RI memaksakan hak angket, menandakan adanya pemaksaan kekuasaan politik terhadap kekuasaan juridis.

Intervensi seperti itu harus ditolak.

Ia menganggap hal ini dapat meruntuhkan martabat Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum.

"Tindakan ini bukan saja pelemahan kepada KPK tapi juga pada kekuasaan kehakiman secara keseluruhan," kata Fickar.

Penanganan kasus e-KTP, kata Fickar, harus tetap bergulir dan dikembangkan meski KPK terus "digoyang".

Ia menganggap munculnya hak angket ini menandakan kekhawatiran anggota DPR atas kasus tersebut.

Mengenai perbedaan sikap atas hak angket, menurut Fickar, hanya pada kepentingan pragmatis yang menguntungkan partainya atau tidak.

"Selebihnya para legislator itu sama saja kepentingan pragmatisnya, tanpa menafikan masih banyak legislator yang idealis," kata dia.

Rapat paripurna DPR menyetujui usulan hak angket yang ditujukan kepada KPK pada Jumat siang.

Meski sejumlah fraksi menolak, namun rapat paripurna tetap menyetujui usulan hak angket yang ditandatangani 25 anggota dari delapan fraksi itu.

Sejumlah fraksi yang menyampaikan penolakannya, yaitu Fraksi Demokrat, Fraksi PKB dan Fraksi Gerindra.

Usul penggunaan hak angket muncul dalam rapat dengar pendapat Komisi III bersama KPK yang berlangsung pada 18-19 April lalu.

Dalam pertemuan itu, Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun