Ranieri mengakhiri kutukan dirinya sebagai "Mr Runner-up" bersama Leicester. Sebelumnya, pria 65 tahun asal Italia ini hanya selalu nyaris menjadi juara bersama Chelsea (2003-2004), Juventus (2008-2009), AS Roma (2009-2010) dan AS Monaco (2013-2014).
Awal kiprahnya bersama Leicester pada musim 2014-2015 sempat dipandang sebelah mata oleh banyak pengamat. Apalagi, klub besutannya nyaris terdegradasi pada musim tersebut.
Namun semua terbelalak ketika Ranieri mengubah Leicester menjadi monster pada musim lalu. Sepanjang perjalanan musim tersebut, mereka hanya kalah tiga kali dan meraup 23 kemenangan dari total 38 laga, sehingga berhak mengangkat supremasi tertinggi sepak bola di tanah Inggris.
Ironisnya, Leicester langsung tenggelam pada musim ini, membuat Ranieri hanya memasang target lolos degradasi. Riak-riak di ruang ganti klub ikut memanaskan situasi, sehingga manajemen mengambil keputusan sangat mengejutkan pada 23 Februari 2017 ketika memecat The Tinkerman. Sejumlah pemain senior ditengarai turut andil dalam keputusan tersebut.
Craig Shakespeare
Craig Shakespeare ditunjuk menjadi caretaker dan Leicester pun langsung on-fire. Vardy dkk, yang ketika Ranieri dipecat dalam posisi hanya unggul satu poin atas tim penghuni zona degradasi, membukukan dua kemenangan dengan skor identik 3-1 atas Liverpool dan Hull City, sehingga menjauh dari wilayah merah.
Hasil positif berlanjut ke ajang Liga Champions yang membuat mereka lolos ke perempat final.
Sihir Shakespeare membuat orang dengan cepat melupakan tragedi pemecatan Ranieri. Manajer West Ham United, Slaven Bilic, menyebut Leicester sudah membuat langkah yang tepat.
"Tak ada yang bisa mengatakan pemecatan itu merupakan keputusan yang salah karena tiga hasil sungguh brilian," ujar Bilic, usai Leicester mengukuhkan diri sebagai satu-satunya wakil Inggris yang lolos ke perempat final Liga Champions.
"Saya masih tidak mengerti dengan keputusan mereka mengganti manajer, tetapi jika anda berbicara tentang hasil dan performa, mereka mendapatkan apa yang diinginkan."
Benar kata Bilic. Shakespeare bisa mengubah penampilan Leicester menjadi tim yang begitu agresif dan lapar kemenangan setelah sempat nihil gol di liga selama 2017. Di bawah kendalinya, Leicester mengemas tujuh gol dalam tiga pertandingan, sehingga dia mendapat "hadiah" berupa kenaikan jabatan menjadi manajer hingga akhir musim.