Ketika gantian menjamu Sevilla di King Power Stadium, Selasa (14/3), Leicester bermain sangat agresif. Goncangan di ruang ganti akibat pemecatan Ranieri sehingga sang asisten, Craig Shakespeare, ditunjuk menjadi caretaker, tak memberikan efek serius. Gol Wes Morgan dan Marc Albrighton membuat Leicester menang 2-0 sehingga berhak maju ke perempat final dengan keunggulan agregat 3-2.
Lolosnya Leicester ini menghadirkan fakta baru yang sungguh mencengangkan. Bagaimana tidak, Leicester yang semula dianggap seperti anak ingusan karena tidak ada pengalaman, justru menjadi satu-satunya wakil yang menyelamatkan gengsi Premier League. Sementara itu para raksasa tersingkir secara tragis.
Lihat saja bagaimana kiprah Tottenhan Hotspur, Manchester City dan Arsenal, yang bersama Leicester menjadi wakil Premier League di Liga Champions musim ini. Tottenham lebih dulu tersingkir karena gagal melewati fase grup (hanya finis di peringkat ketiga Grup E, di bawah Monaco dan Bayer Leverkusen).
Man City terhenti di babak 16 besar karena kalah agresivitas di kandang AS Monaco meski agregat 6-6. Sementara itu Arsenal, sang finalis Liga Champions 2006, tak berdaya menghadapi kedigdayaan jawara Bundesliga, Bayern Muenchen, yang menyingkirkannya dengan keunggulan agregat 10-2.
Sebenarnya, tersingkirnya klub-klub Inggris dari fase knock-out Liga Champions bukan hal yang mengejutkan. Sebab, mereka tak memiliki "tradisi" semenjak Liverpool terpuruk selama hampir satu dekade ini. Liverpool adalah klub Inggris dengan gelar juara terbanyak pada ajang ini yakni lima kali, disusul Manchester United (3), Nottingham Forest (2), serta Aston Villa (1) dan Chelsea (1).
Terakhir kali klub Inggris yang menjuarai Liga Champions adalah Chelsea, pada musim 2011-2012, setelah Manchester United melakukannya pada 2007-2008. Waktu itu The Blues mengalahkan Bayern Muenchen lewat adu penalti, setelah mereka bermain imbang 1-1 selama waktu normal plus perpanjangan 2x15 menit.
Wakil tunggal
Namun hadirnya Leicester sebagai wakil tunggal tentu terbilang fenomenal. Sebab, The Foxes tidak ada apa-apanya dibandingkan tiga "teman"nya yang tersingkir, baik dari segi prestasi, apalagi bila ukurannya adalah uang.
Mau bukti? Transfermarkt memberikan hitung-hitungannya sebagai berikut.
Total nilai pasar Leicester "hanya" sebesar 205,3 juta euro (sekitar Rp 2,957 triliun), sedangkan tiga raksasa tersebut dua kali lipatnya, bahkan lebih. Arsenal memiliki nilai pasar 492 juta euro (sekitar Rp 7,088 triliun), Man City 525,25 juta euro (sekitar Rp 7,567 triliun) dan Tottenham 429 juta euro (sekitar Rp 6,180 triliun).
Tambahan lagi, Leicester lolos dengan kondisi tim yang sedang limbung akibat performa buruk di kompetisi domestik. Ini membuat mereka terancam degradasi.
Jadi, keberhasilan menembus babak perempat final dengan status debutan sekaligus satu-satunya andalan Premier League, sudah menjadi prestasi terbesar dalam sejarahnya di Liga Champions. Mereka akan bertemu wakil Spanyol, Atletico Madrid.
Pemecatan Ranieri merupakan keputusan terbaik?