JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Hamzah bercerita mengenai dirinya yang enggan beralih dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) konvensional menjadi KTP elektronik (e-KTP).
Bahkan hingga kini, ia tak pernah mau mengurus pembuatan e-KTP.
"Sampai sekarang saya enggak pernah urus e-KTP. Saya masih bertahan," kata Chandra dalam acara Peluncuran dan Diskusi Buku "Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia" di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (24/3/2017).
Dalam kesempatan tersebut Chandra sebagai pembicara sedang bicara soal teknologi informasi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencegah korupsi.
(Baca:Â KPK Tak Ragu Proses Hukum Nama-nama Besar di Kasus E-KTP)
Mesin, kata dia, tak bisa diajak berkompromi atau bernegosiasi. Sedangkan korupsi muncul salah satunya karena budaya silaturahmi yang berkembang di Indonesia.
Chandra pun menyebut proyek e-KTP yang bisa dirancang sebagai sistem untuk mencegah orang-orang bersembunyi dari kejahatan.
"Cuma permasalahannya, program e-KTP dan program lainnya pendekatannya bukan program tapi proyek. Sehingga konsepnya bertentangan dengan yang KPK pernah usulkan," ucap Chandra.
Namun, saat ditanyakan lebih lanjut mengenai hal tersebut, Chandra enggan berkomentar banyak.
Ia hanya mengatakan bahwa dasar filosofi sistem e-KTP tersebut salah.
Namun, meski tak memiliki e-KTP, Chandra mengaku tak kesulitan mengurus segala keperluan birokrasi.
Meski dalam beberapa aturan, e-KTP kerap dimasukan sebagai syarat utama. "Enggak (susah). Mungkin karena saya sudah ngetop kali ya," tuturnya lalu tertawa.
(Baca:Â Menanti Kesaksian Penerima Uang Korupsi e-KTP...)
Adapun kasus dugaan korupsi e-KTP saat ini sudah memasuki tahap persidangan. Tiga tersangka telah ditetapkan.
Dua tersangka kini berstatus terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto. Sugiharto merupakan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sedangkan Irman merupakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Sementara satu tersangka baru ditetapkan Kamis (23/3/2017) kemarin yaitu pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H