JAKARTA, KOMPAS.com - Persidangan kedua dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3/2017).
Sejumlah fakta menarik muncul dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar.
Sedianya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan delapan saksi. Namun, dalam persidangan hanya enam saksi yang memberikan keterangan.
Para saksi tersebut, yaitu mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi; Sekretaris Jenderal Kemendagri saat ini, Yuswandi Temenggung; mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni; Direktur Fasilitas Dana Perimbangan Ditjen Keuangan Kemendagri Elvius Dailami.
Selain itu, mantan Ketua Komisi II DPR, Chaeruman Harahap dan Direktur Utama PT Karsa Wira Utama, Winata Cahyadi.
Berikut ini adalah sejumlah fakta menarik mengenai sidang yang berjalan hampir 10 jam tersebut.
1. Gamawan salahkan masyarakat
Di awal persidangan, Gamawan menyalahkan masyarakatterkait terhambatnya proyek e-KTP.
Gamawan mengatakan, hambatan terjadi saat pelaksana proyek harus melakukan perekaman data penduduk.
Menurut Gamawan, kesulitan terjadi saat masyarakat banyak yang tidak datang untuk menyerahkan data identitas.
"Karena menurut undang-undang, yang aktif itu rakyat, bukan pemerintah," kata Gamawan.
2. Gamawan akui terima uang
Gamawan mengakui menerima beberapa kali pemberian uang. Namun, ia beralasan, pemberian uang itu terkait keperluannya untuk berobat dan honor kerja.
Ia mengaku pernah meminjam uang Rp 1 miliar kepada adiknya, Azmin Aulia. Uang tersebut digunakan untuk beternak sapi dan bertani.
Selain itu, Gamawan mengaku meminjam uang kepada pengusaha Afdal Noverman sebesar Rp 1,5 miliar. Uang itu untuk keperluan berobat di Singapura.
Kemudian, ia mengakui menerima uang Rp 50 juta. Namun, uang tersebut diklaim sebagai honor kerja.
3. Mantan Sekjen Kemendagri terima 500.000 dollar AS
Mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggarini, mengaku dua kali menerima uang. Pertama, ia menerima uang dari Irman yang saat itu menjabat Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri sebanyak 300.000 dollar AS.
Kedua, ia menerima 200.000 dollar AS dari pengusaha pemenang tender proyek e-KTP Andi Agustinus, alias Andi Narogong.
4. Pertemuan dengan Setya Novanto
Dalam kesaksian selanjutnya, Diah mengatakan, ada pertemuan yang dihadiri Irman serta anak buahnya, Sugiharto, dan Andi Narogong selaku pelaksana proyek e-KTP.
Pertemuan yang dilakukan di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan, sekira pukul 06.00 WIB, juga dihadiri Setya Novanto.
Namun, tidak disebutkan kapan pertemuan itu terjadi. Novanto saat itu merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar.
Pertemuan itu, kata Diah, berlangsung singkat. Novanto pun terlihat tergesa-gesa karena ada acara lain.
5. Catatan skema pengendali korupsi E-KTP
Dalam persidangan terungkap bahwa penyidik KPK tidak hanya menemukan catatan uang miliaran rupiah di kediaman milik mantan Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap.
Saat dilakukan penggeledahan, penyidik juga menemukancatatan berisi skema pengendali korupsi pengadaan e-KTP.
Dalam bukti yang ditampilkan jaksa KPK, catatan itu berjudul yang mengatur dan merekayasa danmark-up harga dan pimpinan pengendali (Bos e-KTP) anggaran APBN 2011-2012, pagu Rp 5,9 triliun.
Sejumlah nama disebut dalam skema tersebut, termasuk Setya Novanto dan Anas Urbaningrum yang merupakan Ketua Fraksi Demokrat.
6. Beda Keterangan Chairuman dan Gamawan
Awalnya, Gamawan mengatakan, Komisi II DPR RI periode 2009-2014, mengusulkan perubahan sumber anggaran proyek pengadaan e-KTP.
Mulanya, sumber anggaran rencananya berasal dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN).
Namun, belakangan disepakati dibiayai dengan rupiah murni, atau dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut Gamawan, hal itu disepakati dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI.
Namun, Chairuman justru mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri yang mengusulkan perubahan sumber anggaran.
"Setahu saya itu bukan usulan Komisi II. Itu usul pemerintah," kata Chairuman.
7. Pesan mendesak Setya Novanto
Setelah para saksi, giliran Irman yang memberikan tanggapan. Irman mengungkapkan isi pesan mendesak yang disampaikan Setya Novanto kepadanya.
Awalnya, pesan mendesak itu disampaikan Setya Novanto kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini.
Kemudian, Diah meminta biro hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, untuk menyampaikan pesan Novanto kepada Irman.
"Saya bingung, ada yang datang malam hari jam 22.00 ke rumah saya. Yang menyampaikan ngomong ke saya, ada pesan dari Setya Novanto, pesannya mendesak," kata Irman.
Menurut Irman, pesan yang disampaikan itu berisi peringatan agar Irman tidak membuka mulut kepada KPK mengenai hubungannya dengan Setya Novanto dalam kasus e-KTP.
"Bahwa kalau diperiksa, tolong disampaikan bahwa saya tidak kenal dengan Setya Novanto," kata Irman.
Menurut Irman, pesan itu disampaikan pada akhir 2014. Saat KPK telah menetapkan Sugiharto sebagai tersangka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H