JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyoroti kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Kasus korupsi e-KTP saat ini tengah menjadi perhatian publik karena melibatkan nama-nama besar.
Menurut Wiranto, pemerintah akan terus mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menyebut akan banyak kasus lain selain kasus korupsi e-KTP yang akan muncul ke publik.
"Kasus e-KTP ini kan seperti bom meledak, semua orang tahu. Tapi kalau bicara fokus soal seperti ini masih ada Hambalang, masih ada Century, banyak nanti yang akan jadi bom. Kita tunggu kinerja KPK untuk menangani ini," ujar Wiranto saat berbicara dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).
(Baca: Bantah Terlibat Korupsi E-KTP, Teguh Juwarno Ungkap Sejumlah Kejanggalan)
Wiranto menuturkan, saat ini Kemenko Polhukam tidak akan fokus pada kasus korupsi e-KTP, sebab kasus tersebut sudah masuk ke ranah pengadilan. Sebagai bagian dari pemerintah, dia akan menunggu kasus korupsi e-KTP dan kasus-kasus lainnya terungkap di persidangan.
"Kenapa Kemenko Polhukam tidak fokus ke sana karena itu masuk ranah pengadilan. Saya kan bagian dari pemerintah, ya tunggu saja. Wait and see. Tidak menjadi fokus dan pekerjaan saya secara langsung," ucapnya.
Sidang perdana kasus korupsi e-KTP pada Kamis (9/3/2017) mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
(Baca: 51 Anggota Komisi II DPR 2009-2014 Dapat Kucuran Dana Proyek E-KTP)
Menurut KPK, kasus korupsi e-KTP menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dan melibatkan nama-nama termasuk anggota DPR RI periode lalu, yang disebut dalam dakwaan.
Mantan Ketua DPR Marzuki Alie dan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mendapat masing-masing Rp 20 miliar dari dugaan korupsi proyek e-KTP. Marzuki dan Anas bersama Chaeruman Harahap juga mendapat Rp  20 miliar.
Nama Setya Novanto juga disebut ikut mengarahkan dan memenangkan perusahaan dalam proyek pengadaan e-KTP.
Selain Setya, nama lain yang disebut jaksa KPK adalah Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Sekretaris Jenderal Kemdagri Diah Anggaraini, dan Ketua Panitia Pengadaan barang atau jasa di lingkungan Dirjen Dukcapil Kemdagri pada 2011 Drajat Wisnu Setyawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H