Mohon tunggu...
JTO
JTO Mohon Tunggu... wiraswasta -

Berpengalaman mengelola perusahaan penerbitan media cetak dan televisi lokal. Sekarang penulis, pengajar dan pengelola rumah produksi. Memberi pelatihan jurnalistik untuk wartawan dan praktisi kehumasan. Memberi konsultasi bisnis media dan strategi komunikasi. Menulis buku Bisnis Gila (2004) dan Akal Sehat Dahlan Iskan (2014), Semua Orang Bisa Sukses (2015) dan Investasi Mulia (2016) email: intartosaja@gmail.com. Blog: www.catatanmuriddahlan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dua Tombol Berbahaya di Laptop Kita

8 Juli 2014   22:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:58 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Rasa keagamaan setiap orang menjadikan tema agama menjadi tema yang sensitif dalam pengelolaan redaksi media massa. Hal ini sering luput dari perhatian para wartawan dan redaktur media, sehingga menimbulkan ketegangan dengan masyarakat.

Sudah beberapa kali terjadi ketegangan antara pengelola media massa dengan kelompok masyarakat, karena ketidakpekaan pengelola media tersebut terhadap rasa keagamaan masyarakat. Namun kasus serupa seakan terulang dan terulang lagi.

Kasus terbaru menimpa ‘’Jakarta Post’’. Koran berbahasa Inggris terbitan ‘’Kelompok Kompas Gramedia’’ yang berkantor di Jl Palmerah Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pada edisi 3 Juli 2014, ‘’Jakarta Pos’’ menurunkan sebuah karikatur editorial yang menyulut sentiment keagamaan umat Islam.

Pada hari yang sama, karikatur itu langsung menuai protes. Berawal dari protes perorangan melalui media sosial, kemudian berkembang menjadi protes kelompok masyarakat dan organisasi keagamaan.

Setelah menerima protes bertubi-tubi, pada 7 Juli 2014, redaksi ‘’Jakarta Post’’ menyatakan salah telah menerbitkan karikatur yang menyudutkan umat Islam. Redaksi ‘’Jakarta Post’’ akhirnya menyatakan mencabut karikatur itu.

Meminta maaf saja tidak cukup. Tanpa mau belajar tentang ''rasa keagamaan'' masyarakat, kasus yang sama bisa terulang lagi. Bila ini terjadi, biaya sosial dan bisnisnya akan sangat mahal.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun