Rasa keagamaan setiap orang menjadikan tema agama menjadi tema yang sensitif dalam pengelolaan redaksi media massa. Hal ini sering luput dari perhatian para wartawan dan redaktur media, sehingga menimbulkan ketegangan dengan masyarakat.
Sudah beberapa kali terjadi ketegangan antara pengelola media massa dengan kelompok masyarakat, karena ketidakpekaan pengelola media tersebut terhadap rasa keagamaan masyarakat. Namun kasus serupa seakan terulang dan terulang lagi.
Kasus terbaru menimpa ‘’Jakarta Post’’. Koran berbahasa Inggris terbitan ‘’Kelompok Kompas Gramedia’’ yang berkantor di Jl Palmerah Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pada edisi 3 Juli 2014, ‘’Jakarta Pos’’ menurunkan sebuah karikatur editorial yang menyulut sentiment keagamaan umat Islam.
Pada hari yang sama, karikatur itu langsung menuai protes. Berawal dari protes perorangan melalui media sosial, kemudian berkembang menjadi protes kelompok masyarakat dan organisasi keagamaan.
Setelah menerima protes bertubi-tubi, pada 7 Juli 2014, redaksi ‘’Jakarta Post’’ menyatakan salah telah menerbitkan karikatur yang menyudutkan umat Islam. Redaksi ‘’Jakarta Post’’ akhirnya menyatakan mencabut karikatur itu.
Meminta maaf saja tidak cukup. Tanpa mau belajar tentang ''rasa keagamaan'' masyarakat, kasus yang sama bisa terulang lagi. Bila ini terjadi, biaya sosial dan bisnisnya akan sangat mahal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H