Mohon tunggu...
Abdul Salam Atjo
Abdul Salam Atjo Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuluh Perikanan

Karyaku untuk Pelaku Utama Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Inilah Solusi Agar Budidaya Udang Windu Berkelanjutan

7 Juli 2017   14:34 Diperbarui: 14 Juli 2017   18:48 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iwan (42), salah seorang pembudidaya udang windu di kelurahan Pallameang kecamatan Mattiro Sompe kabupaten Pinrang mulai resah. Soalnya produksi udang saat ini jauh dibawah produksi beberapa tahun silam. Bila dibandingkan dengan hasil tambaknya sepuluh tahun lalu produksi saat ini jauh lebih rendah.

Padahal biaya produksi dan kebutuhan hidupnya semakin membengkak. "Kalau dahulu produksi tinggi, harga jual bagus dan kebutuhan hidup belum banyak, tapi sekarang justeru sebaliknya," ungkap Iwan dalam pertemuan yang diselenggarakan WWF Indonesia kerjasama PT Bomar di Pallameang, kemarin. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kadis Perikanan Pinrang Budaya Hamid, direktur WWF-Indonesia Wawan Ridwan, WWF-Japan Yukihiro dan  Makoto, manager perishable ingredients office Japanese Consumers co-operative Union Satoshi Matsumoto dan direktur PT Bomar Makassar Tigor serta sejumlah penyuluh perikanan.  

Rendahnya produksi udang windu di Mattiro Sompe saat ini diakui oleh kepala dinas perikanan Pinrang yang hanya mencapai sekitar 175 kilogram perhektare/tahun. "Berbeda dengan kawasan budidaya udang di Suppa dan Lanrisang produktivitas tambak suda mencapai lebih 200 kilogram karena menggunakan pakan alami phronima," ungkap Andi Budaya Hamid.

Minimnya produksi udang windu di daerah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Serangan penyakit udang yang merebak selama ini dapat menurunkan produksi dan merugikan pembudidaya udang. Kepala Dinas Perikanan Pinrang menyebutkan produktivitas udang windu di kelurahan Pallameang saat ini baru mencapai sekitar 175 kilogram/hektar/tahun. Minimnya produktivitas tambak tersebut selain faktor menurunnya kualitas lingkungan juga disebabkan oleh kuantitas dan kualitas benur yang ditebar oleh petambak.

Benur udang windu berkualitas memang menjadi kunci utama dalam budidaya tambak. Menurut Tigor, jika ingin mengembalikan kejayaan udang windu seperti di era tahun 1980-an hingga 1990 kuncinya adalah perbaiki lingkungan tambak dan produksi benur yang bebas dan tahan penyakit. 

Kedepan, pihaknya  akan membangun industri benur yang dilengkapi sistem laboratorium sehingga menghasilkan benur yang terjamin mutunya. "Kami akan memproduksi benur yang benar-benar terjamin kualitas dan kuantitasnya sampai ke petambak," ungkap Tigor. Selain ketersediaan benur yang berkualitas PT Bomar berkomitmen untuk mendukung tersedianya produk udang windu yang diproduksi dari proses budidaya yang ramah lingkungan. Untuk itulah pada kegiatan penanaman mangrove ini pihaknya menghadirkan perwakilan konsumen udang dari Jepang untuk ikut berkontribusi dalam proses perbaikan lingkungan di kawasan tambak udang kabupaten Pinrang.

Kawasan tambak di kelurahan Pallameang kecamatan Mattiro Sompe kabupaten Pinrang menjadi sentra penghasil udang windu yang berkelanjutan. Ada sekitar 63 hektare lahan tambak milik kelompok pembudidaya ikan binaan WWF dan Bogatama Marinusa (Bomar) telah menerapkan program seafood savers.

Sebagai tahap awal menuju perikanan budidaya berkelanjutan maka dilakukan penanaman bakau (mangrove) di sepanjang saluran sekitar kawasan pertambakan udang di wilayah tersebut. Penanaman sekitar 200 pohon mangrove yang berlangsung Kamis, 6 Juli 2017 dilakukan oleh 20 orang anggota kelompok bersama wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu'man, Bupati Pinrang Aslam Patonangi, Kadis Perikanan Pinrang Budaya Hamid. Selain itu  hadir juga direktur WWF Indonesia Wawan Ridwan, WWF Japan Yukihiro dan  Makoto, ketua koperasi persatuan konsumen seafood Japan Matsumoto, direktur PT Bomar Makassar Tigor dan penyuluh perikanan.  

Direktur WWF Indonesia, Wawan Ridwan mengatakan, kawasan tambak udang di kelurahan Pallameang pernah ditumbuhi hutan mangrove. Karena itu tidak salah pilih jika di kawasan ini dijadikan lokasi pertama kegiatan rehabilitasi mangrove dan akan berkelanjutan pada kawasan tambak lainnya hingga beberapa tahun mendatang. Dijelaskan Wawan, hutan mangrove sangat penting dalam kawasan budidaya udang, karena dapat memperbaiki kualitas perairan dan dapat mereduksi penyebab penyakit udang seperti virus dan bakteri.

Ketua kelompok pembudidaya ikan mitra Bomar,  H.Tantang menyambut antusias kerjasama WWF untuk merehabilitasi mangrove di kawasan tambak agar budidaya udang dapat berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun