Mohon tunggu...
Abdul Salam Atjo
Abdul Salam Atjo Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuluh Perikanan

Karyaku untuk Pelaku Utama Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Money

Iptek bina Wilayah (IbW) Dukung Pengembangan Udang Windu Tambak Salinitas Rendah di Pinrang

25 Maret 2015   07:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:05 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Udang windu yang dipelihara petambak memerlukansumber air laut dan air tawar secara berimbang. Kadar garam (salinitas) yang optimal untuk pertumbuhan udang windu di tambakberkisar 15-25 permil. Hal inilah yang menjadi kendala bagi petambak udang yang hamparannya kesulitan mendaparkan suplai air dari laut.

Tidak semua kawasan pertambakan udang di kabupaten Pinrang mampu mensuplai air payau (campuran air laut dengan air tawar) secara tertatur, terutama tambak-tambak yang berbatasan dengan hamparan persawahan. Kini peneliti dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof. Hattah Fattah menemukan solusinya. Tahun ini melalui dukungan Iptek bina Wilayah (IbW) dari Dikti memprogramkan kegiatan produksi benih udang atau benur windu untuk tambak udang yang bersalinitas rendah. Kegiatan tersebut dikerjasamakan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang, pengusaha pembenihan udang dan penyuluh perikanan.

Hattah Fattah mengatakan, produksi udang windu di kabupaten Pinrang sudah mengalamai peningkatan dibanding tiga tahun sebelumnya. Namun Hattah Fattah menyayangkan produktivitas udang windu yang dicapai saat ini masih didominasi oleh petambak di kecamatan Suppa dan daerah pesisir yang bersalinitas normal. “Di Pinrang ini memiliki potensi tambak yang begitu besar dalam pengembangan udang windu namun terkendala pada benur yang diproduksi karena adanya perbedaan salinitas air antara sumber benur dengan areal pertambakan yang besalinitas rendah,” ungkap Hattah Fattah.

Salah seorang pengusaha pembenihan udang di kecamatan Suppa, Ir. Taufik menyambut antusias upaya dari Prof Hattah Fattah tersebut. Menurut Taufik, tidak semua pengusaha pembenihan udang mau melakukan penurunan salinitas pada saat akan panen benur karena beresiko tinggi. Namun bagi Taufik, resiko tersebut bisa diminimalisir dengan melakukan perlakuan secara khusus dan pemberian pakan yang berkualitas. “Benur yang kita panen tidak langsung dijual ke petambak atau pengusaha penggelondong tetapi lebih dahulu kita pelihara di bak terbuka dengan perlakukan khusus dalam menurunkan salinitas secara bertahap sampai mencapai salinitas yang sesuai dengan salinitas tambak yang akan ditebari,” jelas Taufik.

Diharapkan Taufik, kegiatan ini bisa dijadikan kegiatan percontohan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang dari mulai pembeihan hingga ke petakan tambak agar produksi udang windu makin meningkat.

Sementera itu H. Wahid salah seorang petani tambak di dusun Wakkadesa Tadang palie kecamatan Cempa merasa gembira setelah mendengar kabar tersebut. Menurut H. Wahid, persoalan salinitas rendah menjadi kendala dalam peroduksi udang di kecamatan Cempa. Sebebab sebagian besar tambak udang di daerah ini memiliki salinitas paling tinggi 10 permil pada saat ini. “Bahkan jika musim hujan seperti ini salinitas air tambak bisa turun menjadi nol permil,” ungkap H. Wahid.

Perbedaan salinitas yang menyolok menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat kematian benur pada saat penebaran di tambak.”Bisa dibayangkan kalau salinitas sumber benur 25-30 permil langsung ditebar di tambak yang salinitasnya 5-10 permil maka menyebabkan benur jadi stress dan mati,” kata H. Wahid. Karena itu Taufik mengharapkan agar peneliti dan pemerintah kabupaten Pinrang terus mengembangkan percontohan budidaya udang windu di salinitas rendah. Tambak-tambak udang yang bersalinitas rendah seperti yang ada di kecamatan Cempa, Mattiro Sompe, Duampanua dan sebagian di Lanrisang memiliki potensi besar untuk menggenjot produksi udang windu. Namun memerlukan dukungan dari pihak pembenihan udang atau penggelondong untuk memproduksi benur yang bersalinitas rendah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun