Hingga detik ini, implikasi politik tidak terlepas dari kekuasaan. Karena itu, keduanya sangat dikagumi oleh para pemburu "palu kebijakan". Jikalau ada seseorang yang ingin mengejar kekuasaan, jalur yang dilewatinya pastilah perantara politik.
Jalur inilah yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Dan jika dikaitkan dengan partai politik, kendaraan institusional politik (partai politik) itulah jalan yang akan dijadikan untuk meraih kesuksesan tersebut.Â
Sebagaimana ditegaskan Komarudin Hidayat (mantan Rektor UIN Jakarta), "partai politik hanyalah sekedar kendaraan atau pintu masuk kemedan juang yang lebih luas dan lebih mulia, yakni mewujudkan cita-cita mengapa NKRI ini didirikan".
Dengan demikian, hemat saya, siapa pun yang telah dipercayakan oleh rakyat untuk menahkodai pemerintahan negara, mesti memegang erat komitmen untuk mewujudkan janji sejarah, yakni melindungi, mencerdaskan dan mensejahterakan seluruh warga negara.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mendapat kepercayaan dari rakyat Indonesia untuk kembali memimpin bangsa ini kedua kalinya.Â
Tentunya moment Pelantikan Presiden 20 Oktober 2019 kemarin, lewat pidato kenegaraannya, Jokowi mempertebal dan menegaskan kembali janji politik yang sama persis diutarakannya pada waktu masa kampanye. Kita semua pastinya ikut menyimak, mendengarkan dan menyerap dengan baik setiap butir isi pidato Jokowi.Â
Sebagaimana Presiden Jokowi menitikberatkan pada pembangunan SDM yang berbasis pada kompotensi dan persaingan global. Selain  pembangunan infrastruktur yang tetap akan dijalankan dan menjadi proporsi penting di lima tahun kedepan.
Pak Jokowi, Bertolaklah ke Tempat yang Lebih Dalam (Duc In Altum)
"Bertolaklah ketempat yang paling dalam" adalah seruan Yesus kepada Simon ketika pada suatu kesempatan Ia berada di pantai danau Galilea. Yesus menyuruh Simon untuk menolak perahunya sedikit jauh dari pantai untuk menebarkan jala dan menangkap ikan.
Simon sebagai nelayan lebih tahu keadaan alam karena pengalaman manusiawinya, bahwa semalam mereka tak menangkap apa-apa. Namun Simon mengikuti kehendak Yesus untuk menebarkan jala. Simon dan nelayan lainpun seketika berhasil menangkap banyak ikan.
Bunyi perikop kitab suci Injil Lukas 5:4 diatas sengaja saya kutip dan selaraskan untuk menggambarkan kosekuensi kepemimpinan  Jokowi pada lima tahun kedepan. Meski secara kontekstual dalam kutipan Injil tersebut tidak spesifik menjelaskan arti kemimpinan.
Bahwa akan ada banyak tantangan, pekerjaan maupun tugas( sesuai janji politik Jokowi) yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan. Sebagai pemimpin bangsa, tentunya Jokowi punya target serta segudang ambiusius dan optimisme untuk mewujudkannya. Kewajiban kita sebagai warga negara sudikiranya mendukung serta bekerjasama dengan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita dan keinginan itu.
Banyak elit dinegeri ini yang acap kali menggunakan nama rakyat sebagai modus operandi syahwat politiknya. Ya begitulah, kalau tidak mengkapitalisasi nama rakyat, pasti tidak laku dong!. Ditambah lagi lantangnya teriakan dari atas podium: "Suara rakyat adalah suara Tuhan!" , gurihnya bukan main.
Tapi sepenuhnya saya berkeyakinan bahwa, bila mengacah pada masa pemerintahan sebelumnya, Pakde Jokowi sudah berada pada rute "suara Tuhan" itu sendiri. Kendati tak semua suara Tuhan itu bisa diakomodir, mungkin separuhnya saja. Tapi tak apalah, setidaknya efektivitas kerja diperiode awal masih bisa dinikmati secara bersama-sama.
Menjadi pemimpin atau penguasa berarti siap memikul beban berat. Harus bisa menjaga amanah, dan sebisanya bertindak baik dan berbudi pekerti. Penguasa juga diberi kewenangan yang besar untuk mengatur dan mengurus kekayaan negara agar bisa dikelola dan bermanfaat untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Dan yang tidak kalah penting ialah bagaimana menyelesaikan problematika bangsa yang menguliti masyarakat kita selepas pilpres kemarin.
Saat ini kita tengah berada didalam kondisi politik yang 'galau' bukan kepalang. Baik galau karena perpecahan, permusuhan hingga galau karena merasa diri tidak diperhitungkan, kendati sudah berjuang 'berdarah-darah' semasa pilpres kemarin. Prinsipnya ialah bagaimana usaha kedepannya untuk merekatkan kembali apa yang sudah terurai.
"Karena awalnya, politik dimaksudkan untuk mengatur dan mengendalikan kekuasaan sebuah pemerintahan demi melindungi dan menyejahterakan warganya".
Pada akhirnya, kemuliaan seseorang pemimpin tidak ditentukan oleh tingginya jabatan atau melimpahnya harta, melainkan oleh kualitas ahlaknya.Â
Jangan takut dan gentar, kita rebut kejayaan itu. Tteruslah"Bertolak ketempat yang lebih dalam", Pakde Jokowi. Tuhan memberkati..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H