Berbicara tentang orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) pasti  keberadaannya hampir disemua tempat. Baik di rumah sakit jiwa(RSJ), jalan raya, di emperan toko-toko atau mungkin dilingkungan tempat kita tinggal saat ini.
Orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan ini juga cukup banyak saya temui di Manggarai Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).Â
Banyak orang-prang seperti ini disepelekan dan dikucilkan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Dan hanya segelintir saja orang yang peduli dengan mereka.
Adalah Pastor Avent Saur. SVD. Biarawan Katolik dari ordo Societas Verbi Devini, menjadi salah satu orang yang peduli dengan mereka yang mengalami gangguan jiwa.
Berkat kepeduliannya terhadap ODGJ di Pulau Flores, Pastor Avent membentuk sebuah komunitas Kelompok Kasih Insani (KKI). Tujuan didirikannya komunitas ini tak lain ialah untuk membantu pengobatan dan mempermudah layanan kesehatan bagi ODGJ. Serta memberikan bantuan berupa makanan yang secukupnya.
"Saya tertarik dan terpanggil untuk membantu orang-orang dengan gangguan jiwa, sebab mereka juga manusia. Sama seperti saya yang butuh perhatian, hak untuk hidup dan kasih sayang" pungkas Pastor Avent Saur. SVD.
Dalam perjalanannya, komunitas KKI ini rutin melawat ke desa-desa dan kampung ke kampung di Flores. Guna untuk bertemu dan berinteraksi secara langsung dengan mereka yang mengalami gangguan mental (atau dengan bahasa kasarnya gila).
Dalam lawatan rutin kesetiap desa, Pastor Avent bersama relawan yang lain, acap kali menemukan ODGJ yang dipasung didalam kandang atau rumah reot, Â ada pula yang dipasung digubuk dengan alas dan dinding pelupuh yang kondisinya sudah mulai rapuh. Dan ada juga sebagian dari mereka masih berkeliaran.
"Dari sekitar gubuk itu tercium aroma busuk kotorannya. Juga tercium bau kotoran bekas hewan peliharaan yang menempati kandang itu sebelumnya (ODGJ). Para penderita gangguan mental ini juga jarang dirawat dan bahkan tidak pernah mandi. Sehingga adakalanya kami juga yang memandikan, memotong rambut dan kukunya yang sudah panjang, memberikan makan dan minum hingga memberikan pakaiyan layak" tutur Pastor Avent.
Pemasungan terhadap ODGJ ini menurut Pastor Avent terjadi karena masih rendahnya pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang penyakit gangguan jiwa yang dialami oleh penyandang disabilitas mental.
Pastor Avent beserta relawan KKI memang sudah sempat menyuarakan lewat gerakan stop pemasungan terhadap ODGJ, sebagai bentuk pencegahan penyandang disabilitas mental untuk tidak dipasung atau pemasungan kembali. Serta harus mendapatkan rehabilitas medis dan sosial sehingga fungsi sosialnya bisa pulih kembali.
Sepertihalnya Tarsisius Amat, salah satu penderita ODGJ di Desa Lembur, Kota Komba Manggarai Timur, NTT, yang sudah 12 tahun menghabiskan waktunya didalam gubuk reyot berukuran sekitar 2 x 3 meter yang dibangun persis dibelakang rumah orangtuanya.
Penulis sendiri pernah mengunjungi pria yang sudah berumur 40 tahun ini pada Maret 2011 yang lalu. Waktu itu saya memang hanya menyimak dari jauh saja, dan tidak bisa mendekat, kendati waktu itu Om Tarsisius ini sedikit agresif dan sedang tidak ingin dikunjungi siapapun.
Sejauh mata melihat, waktu itu memang kedua kakinya masih dipasung menggunakan balok kayu berukuran cukup besar.
Menurut keluarganya, pemasungan itu dilakukan lantaran perilaku agresif Tarsisius yang kerap mengamuk, menjotos orang, merusak hingga melempari rumah warga.Â
Dari sana lahirlah trauma berkepanjangan dari pihak keluarga sehingga tidak berani lagi membuka balok pasungan dikaki Tarsisius.
"Dee nana.. Cok mole di panden. Sengsara kaut aku beti danakoe ho. Aku ga tua nenggo toe nganceng pande apa-apa, remo koe eme kudu tei hang agu inung neteng leso. (Saya mau anak saya ini lekas sembuh. Saya sudah tua begini tidak bisa berbuat banyak, selain memberikan dia makan dan minum tiap hari)" Pekik mama Kornelia(68), ibunda Tarsisius, Â kepada saya yang kental dengan logat Manggarainya .
Bersyukurlah, pada Februari 2019 kemarin, Pastor Avent Saur beserta relawan dari komunitas KKI mengunjungi Tarsisius. Kurang lebih 12 tahun sudah dia di pasung dengan balok.
Menurut penuturan Pastor Avent seperti dilansir dari Floresa.co, Pondoknya itu sudah hampir rubuh pada saat kami menyambangi untuk melihat kondisinya. Gubuknya itu sudah hampir tak berdinding. Panas, hujan dan dingin sudah akrab dengannya.
Menurut data dari Kelompok Kasih Insani (KKI) yang sejak 2014 memberi pelayanan khusus terhadap penyandang gangguan jiwa, ada sekitar 5000 atau 0,1 persen dari 5,2 juta penduduk NTT mengalami gangguan jiwa.
Dari jumlah tersebut ada sekitar 1200 orang dalam keadaan terpasung, sisanya ada yang masih berkeliaran dikota-kota dan di kampung-kampung di NTT.Â
Namun sejauh ini belum ada rilis data terbaru tentang jumlah ODGJ di Flores oleh KKI. Dalam hal ini pemerintah seolah acuh memperhatikan kelompok ODGJ ini.
Suatu sisi juga, saya melihat minimnya tenaga medis (dokter/bidan dan perawat), juga belum adanya pelatihan khusus penanganan kesehatan jiwa bagi para petugas kesehatan di Puskesmas yang tersebar di Pulau Flores.
Kehadiran Pater Avent memang memberikan sedikit nafas harapan kepada ODGJ di Pulau Flores. Dengan geliat aksi sosial bersama relawan KKI, setidaknya menjadi antitesis dari pemerintah daerah yang selalu mengeluh dengan minimnya anggaran sehingga tidak bisa memberikan perhatian lebih terhadap ODGJ.
Ditengah ketidakjelasan komitmen pemerintah daerah tersebut, perihal pendanaan, tentunya keberadaan ODGJ yang dipasung dan tidak terawat masih merajalela dan tidak terurus di kampung-kampung di Flores.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H