Tentu saja aturan itu segera ditentang. Idris mendatangi penduduk yang ngedumel. Ia ajak mereka debat. Umumnya, penduduk beralasan tak bisa bekerja jika tak sambil merokok. Apalagi udara Bone-Bone dingin. Idris mematahkan alasan itu bahwa ia pun bisa bekerja tanpa merokok. Berikutnya ia mendatangi penjual rokok yang protes karena penghasilannya berkurang.
Di sana Idris mengajak berhitung. Untung satu bungkus rokok adalah Rp 1.000-2.000. Untung ini hangus karena para pedagang menghabiskan dua bungkus rokok sehari. Jadi, sebetulnya mereka rugi menjual rokok. Kerugian itu bahkan tak sepadan dengan perjuangan mendatangkan rokok yang dibeli dari pasar. Jarak pasar ke Bone-Bone 20 kilometer, melewati jalan tanah yang berkubang jika hujan.
Fakta itu telah membuka pikiran para pedagang bahwa mereka justru menggerogoti modal warung dengan menjual rokok. Walhasil mereka setuju tak lagi menjual rokok sejak debat dengan Idris itu. Sejak pasokan rokok dihentikan, Bone-Bone pun bebas dari rokok.
Sejak aturan itu dibuat hanya sekali penduduk yang melanggar. Itu pun ia merokok di rumahnya ketika ada tamu. Tetangganya melapor kepada Idris dan ia mendapat sanksi sosial: memintaa maaf lewat speaker masjid lalu membersihkan selokan. Sejak itu penduduk ini kapok dan tak merokok lagi.
Sanksi kedua justru untuk para pejabat dari Kabupaten Enrekang. Syahdan, mereka diutus Bupati La Tinro La Tunrung untuk memberi penyuluhan bagaimana menjadikan Bone-Bone jadi desa teladan. Pemerintah pusat akan datang menilai pada desa-desa yang diusulkan. Bubar penyuluhan Idris mendapat laporan dari anak-anak yang menemukan puntung rokok di rumah terakhir sebelum perbatasan.
Idris mengadukannya kepada Bupati La Tinro, 100 kilometer jauhnya, lewat telepon seluler. Bupati dari Golkar ini sangat mendukung Idris. Ia berhenti merokok dua bungkus Marlboro putih sehari setelah berkunjung ke Bone-Bone. Mendengar aduan Idris, La Tinro memanggil semua kepala dinas yang baru pulang dari sana. Mereka mengaku telah merokok karena perjalanan tercegat hujan. “Saya suruh mereka kembali untuk minta maaf dan bayar denda,” katanya.
Di depan seluruh penduduk, para pejabat itu meminta maaf telah melanggar aturan desa. Mereka juga bersedia membayar denda. Dalam aturan, dendanya hanya Rp 100 ribu. Para pejabat itu membayar Rp 1,5 juta bahkan ada yang menanggung biaya pembuatan 30 meter jalan beton.
Dengan ketegasan dan dukungan penuh Bupati itu, pada 2012 Bone-Bone dinobatkan sebagai Desa Teladan Tingkat Nasional. Idris kian sering bepergian karena diundang ceramah ke banyak tempat untuk bercerita bagaimana ia memimpin desa dengan efektif dan berhasil.
Terutama karena anak-anak kembali ke sekolah setelah tak ada rokok di desanya. Sewaktu saya ke sana, tak ada satu pun anak yang tak sekolah. Di kebun hanya ada orang-orang tua dan anak-anak muda lulusan SMP atau SMA. Bone-Bone yang dingin kian sejuk karena hanya asap dapur yang tercium, warna senja yang sepia, juga aroma kopi Toraja….
Oleh: Bagja Hidayat