Aming yang sedang enak hati pun tak kalah senang. Dengan singkat ia berseru lantang, "6-4-6-2!" seraya pergi dengan sepeda motor bututnya. Tidak lagi memedulikan Aweng yang meloncat-loncat kegirangan.
Dan, benar.
Ah-Mei tidak berbohong, 6-4-6-2 memang nomor brankasnya. Mata Aming terbelalak melihat tumpukan uang seratus ribuan dan dua tas kecil berisikan emas serta perhiasan. Dengan cepat ia memasukkan semua benda berharga itu ke dalam tas ranselnya, lalu secepat kilat pergi meninggalkan asisten rumah tangga yang masih gelisah tidak karuan.
Ia tidak juga mau peduli dengan teriakan si ART, "Non Ah-Mei belum pulang sejak kemarin sore. Monik hilang belum ditemukan."
Tidak ada lagi yang Aming pedulikan. Baginya, hoki sudah ia dapatkan dan tidak ada lagi hal yang lebih penting daripada itu.
**
"Eh, kamu betul bertemu dengan Bao Jia Gui!" suara Aweng terdengar girang dari ujung telpon.
"Maksud kamu?" tanya Aming tidak mengerti.
"Halah, jangan pura-pura kamu. Aku menang sepuluh juta rupiah. Aku rasa kamu minimal dapat seratus juta deh. Kamu kan tidak pernah menye..." decit Aweng tanpa henti. Bagi Aming, informasi Aweng sudah tidak penting lagi.
Ia terhenyak, menyadari hal aneh yang baru saja terjadi.
"K-Kamu pasang nomor itu?" Aming buru-buru memotong kegembiraan kawannya itu. Suaranya tergagap-gagap.