Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Tips Menjalankan Toko Buku dari Mantan Pengusaha Gagal

30 Mei 2023   07:50 Diperbarui: 30 Mei 2023   18:01 1669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menuliskan pengalamanku selama 15 tahun membuka toko buku dan segala suka dukanya, aku kembali merenung. Sebuah pertanyaan singgah di kepalaku.

"Misalkan aku memiliki kesempatan untuk membuka kembali toko buku, apakah apa yang akan aku lakukan?"

Pertanyaan ini cukup menantang. Sebabnya aku terjebak di antara halu dan teori benalu.

Maksudnya demikian;

Pertama aku sebenarnya sudah tidak mau lagi menjalankan usaha toko buku, karena kesibukanku sudah beralih ke usaha yang lain.

Kedua, aku tidak yakin dengan kemampuanku. Baik dari sisi permodalan maupun tenaga.

Ketiga, ada perasaan kecewa untuk mencoba kembali ke wilayah yang pernah membuatku gagal.

Namun, tetap saja. Tidak ada hal yang tidak mungkin. Jadi, daripada hanya kupendam dalam hati, lebih baik rencana ini aku sebarkan saja di Kompasiana. Dengan harapan, kalaupun itu bukan aku, mungkin tulisan ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang di luar sana untuk menjalankan bisnis toko buku yang sudah hampir punah. Hitung-hitung, memberikan kontribusi kepada dunia literasi Indonesia.

Yuk kita simak.

Jangan Melakukan Investasi yang Terlalu Besar

Kesalahanku dalam berbisnis toko buku adalah melakukan investasi yang terlalu besar. Biaya pembangunan dan renovasi melebihi ekspektasiku. Hingga pada saat omzet tidak mendukung, aku kelimpungan.

Selain itu, jumlah pegawai yang aku libatkan juga terlalu banyak. Bisa dimaklumi, karena pada 1997 interaksi fisik masih sangat diperlukan. Belum ada teknologi yang mendukung kegiatan sosial media. Servis kepada pelanggan adalah hal utama.

Satu-satunya hal yang cukup membantu adalah gedung tempat usaha adalah milik keluarga. Sehingga tidak ada biaya tambahan untuk sewa.

Saran: Jangan melakukan investasi yang terlalu besar. Sesuaikan dengan kondisi keuangan. Tidak disarankan untuk meminjam uang dari perbankan.

Penyediaan stok penjualan

Bagi bisnis toko buku, stok adalah buah simalakama. Agar menarik, tentunya pilihannya harus banyak. Namun, jika terlalu banyak maka bisa merugikan. Stok yang terlalu banyak dan tidak laku akan menghambat perputaran modal kerja. Bisnis buku itu sangat dinamis. Terlalu banyak jenis untuk memenuhi selera pembaca yang sangat variatif.

Ini adalah persoalan insting. Pelaku bisnis buku harus memahami siapa target marketnya. Apakah mahasiswa, pembaca umum, atau yang lainnya. Begitu pula dengan strata ekonominya. Apakah dari golongan budget terbatas atau dari kalangan atas.

Saran: Untuk mengimbangi, keputusan harus dibuat oleh pengusaha sendiri. Maka dari itu, saya tidak akan memberikan saran mengenai judul buku, penulis, ataupun penerbit mana yang harus disiapkan. Sekali lagi, gunakan akal sehat sesuai kemampuan, pasar, dan daerah.

Ada beberapa tips umum yang bisa menjadi perhatian.

Salah satu keunikan dari toko buku adalah apa yang tersedia di dalamnya. Kita tidak perlu menyediakan buku-buku best seller untuk menarik pelanggan. Pelanggan yang datang berkunjung pasti akan menemukan buku yang membuat mereka tertarik. Sebagaimana setiap tulisan pasti akan menemukan pembacanya sendiri.

Akan tetapi, sebagai pemilik usaha kita juga harus pandai memilah buku mana yang berkualitas dan yang mana yang asal-asalan. Dengan begitu, kita bisa memikirkan cara untuk mengurangi penggunaan modal kerja.

Untuk menunjang hal ini, ada tiga hal penting yang harus dipertimbangkan oleh pemilik toko buku.

Pertama. Negosiasi dengan penerbit. Usahakan jika mereka memberlakukan sistem konsinyasi. Supaya lebih menarik, pemilik toko bisa menyediakan rak penjualan khusus untuk koleksi dari penerbit tertentu. Stok buku apapun yang akan diisi diserahkan sepenuhnya kepada pemilik rak.

Kalaupun mereka tidak mau, usahakan melakukan pembelian yang tidak merugikan. Baik dari jenis buku yang akan dibeli, jumlahnya, dan harganya. Jangan pernah tergiur dengan diskon besar atau syarat minimum pembelian.

Kedua. Saya kok tertarik dengan konsep jual beli buku bekas ya? Nah, kita bisa membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin menjual buku bekas milik mereka. Sebagai pemilik toko, kita bisa menjadi orang tengah untuk menghubungkan pemilik buku dengan pelanggan yang mungkin tertarik.

Ketiga. Kerja sama dengan penerbit indie dan penulisnya langsung.

Tren penerbit indie muncul bagaikan jamur di musim hujan. Hal ini disebabkan karena perubahan pasar. Banyak penulis yang ingin berekspresi, tapi mereka terkendala dengan syarat yang sulit yang diberlakukan oleh penerbit mayor. Sebagai jalan singkat, penerbit indie pun menjadi pilihan. Selain karena syarat yang tidak jelimet, modal percetakan yang harus dirogoh pun tidak memberatkan.

Mengapa tidak memberikan ruang bagi para penulis dan penerbit indie? Harga mereka cukup murah dan kualitasnya pun bagus. Para penulis juga tentu senang jika buku mereka terpajang di rak buku. Tidak perlu sekelas Gramedia, cukup toko buku kecil merek Acek Rudy. Eh...

Servis Tambahan.

Toko buku tidak hanya melulu jualan buku. Ada tambahan-tambahan servis yang membuat pengunjung tertarik. Salah satu yang paling populer adalah menggabungkan konsep kafe kekinian.

Anda bisa mencontohinya. Tidak perlu terlalu mewah. Sepanjang makanan dan minuman sederhana tersedia, itu sudah cukup. Saya punya ide tambahan terkait hal ini. Dan, ini sedikit menyentuh kepada persoalan idealisme.

Bukankah salah satu tujuan dari toko buku adalah menumbuhkan minat baca masyrakat? Nah, mengapa tidak membiarkan pengunjung membaca sepuasnya jika mereka memesan segelas kopi di kafe. Atau, sebaliknya. Jika mereka membeli buku, maka segelas kopi jahe akan menjadi bonus.

Kolaborasi

Saya membaca artikel di BBC. Tentang kisah sukses Tjio Wie Tay, pemilik Toko Buku Gunung Agung (GA). Di zamannya, ia mengadakan pameran buku besar-besaran. Menarik minat baca dan sekaligus memperkenalkan eksistensi GA.

Sampai saat ini, pameran buku fisik masih menarik perhatian. Selalu ramai dikunjungi dan membuktikan bahwa minat baca masyarakat belumlah punah.

Kita bisa melakukan hal yang sama. Tapi, tidak perlu dalam skala besar-besaran. Sebagai contoh, banyak komunitas penulis di luar sana. Jadikan tempat kita sebagai ajang kumpul-kumpul. Tempat bertemu para penulis dan pembacanya. Mungkin bisa buat ajang bedah buku atau hanya sekadar tempat melepaskan rindu.

Jika tempat ini benar-benar ada, saya akan menjadi orang pertama yang menggunakan toko buku ini untuk mempromosikan novel 'Berdansa dengan Kematian.' Eh...

Manfaatkan Dunia Maya

Pastikan Anda aktif di media sosial untuk mempromosikan event ini. Percayalah, Anda akan mendapatkan pasar yang besar melalui cara ini.

Selain itu, ingat bahwa dunia maya telah menyediakan tempat yang luas untuk berekspresi. Termasuk begitu banyaknya e-commerce yang menyediakan peluang. Bagaimanapun juga toko buku fisik harus didukung oleh penjualan online. Saya tidak punya tips terlalu banyak untuk hal ini, namun saya percaya jilka kamu, kamu, dan kamu tentu lebih jago jauh.

Nah, cukup sampai di sini. Sebenarnya masih banyak lagi ide di kepalaku. Namun, yang aku tulis hanya sekilas yang terbersit di kepala. Semoga tulisan ini bisa menjawab beberapa pertanyaan dari pembaca Kompasiana yang ingin berbagi pengalaman denganku - Mantan pengusaha toko buku yang gagal.

Semoga bermanfaat. Wassalam.

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun