Pagi ini, perasaanku tidak nyaman. Tidak seperti biasanya.
Pukul 5 pagi adalah momen yang paling menyenangkan bagiku. Menyeruput segelas kopi hitam, ditemani sepiring telur setengah matang. Asupan nutrisi yang paling tepat setelah tubuh dan jiwa ini nyenyak berehat.
Namun, hari ini terasa berbeda. Hanya ada kopi hitam yang sudah dingin tanpa telur. Mungkin juga karena aku tidak membutuhkannya. Tersebab aku belum tidur sejak kemarin malam. Dibayangi kejadian mistis yang mengerikan, membuat diriku tidak bisa lelap, memejamkan mata.
Ah, perkenalkan diriku.
Aku adalah seorang Kompasianer. Identitasku tidak perlu diungkap, karena aku tiada bedanya dengan penulis lainnya. Hanya satu tanpa prestasi di antara jutaan bintang yang bercahaya di langit. Kesenanganku hanya menulis dan menulis saja.
Aku hanyalah seorang Kompasianer yang senang menulis.
Dan, sebagaimana Kompasianer pada umumnya, aku juga memiliki sahabat literasi. Meskipun belum pernah bertemu langsung, tetapi persahabatan seolah tanpa sekat.
Sebagaimana seorang Kompasianer yang baik hati. Namanya WARAS NAHRAN PENA. Aku tak mengenalnya secara pribadi. Tidak tahu juga tahu seperti apa wajahnya. Ia tak pernah menyertakan fotonya. Baik pada akun profilnya, maupun sebagai selipan di artikelnya.
Yang aku tahu, Waras tidak terlalu banyak berinteraksi di dunia nyata. Terlebih lagi, ia tinggal cukup jauh dari keramaian. Katanya, sekitar 150 kilometer dari kota Jakarta. Di sebuah desa yang saya lupa namanya. Tidak terkenal sehingga sulit untuk diingat.
Tapi, itu bukan masalah. Wajah dan bentuk fisik tidaklah penting saat kita bercanda ria di dunia maya. Bukankah begitu?