Di tempat yang berbeda, tim yang lain juga sedang bekerja untuk menyelidiki kasus yang sama. Dibentuk oleh seorang pimred televisi bernama Donny de Keizer. Tim tersebut terdiri dari beberapa orang jurnalis, termasuk dua tokoh utama dalam novel ini, yakni: Suci Arkadewi, seorang jurnalis muda yang sedang bersinar, dan paranormal kondang yang sedang menjadi media darling, bernama Suhu Yong-min a.k.a Miguel Dharmadjie,
Kedua tim pun bertemu. Bekerja sama untuk kepentingan yang sama. Dalam penyelidikan mereka menemukan fakta lainnya yang jauh lebih mencengangkan. Kasus yang mereka hadapi bukan aksi pembunuhan biasa saja.
Tokoh antagonisnya adalah Bai Shuzen, alias dewi ular putih. Ya. Benar, Bai Shuzen yang sempat menjadi acara televisi yang paling viral di zaman bapakmu.
Terdengar konyol? Hm. Awalnya memang seperti itu.
Tapi, banyak yang belum tahu tentang legenda "plintiran" dari si dewi ular ini. Ceritanya bukan saja tentang "suamiku, istriku" yang sering terdengar dari balik layar kaca tahun 90an. Kisahnya lebih kelam.
Si Bai Shuzen sebenarnya adalah seorang permaisuri raja dari masa 500 tahun yang silam. Ia bersekutu dengan sosok iblis ular untuk menguasai kekaisaran China. Sayangnya, rencananya dipatahkan oleh seorang biksu sakti bernama Fa-hai. Si ular putih akhirnya dihukum di dalam penjara gaib selama 500 tahun.
Nah, ternyata meskipun dikurung selama lima abad, keturunan dari Bai Shuzen masih eksis. Dan, mereka berada di Indonesia. Di bawah naungan keluarga Mayor Giok. Penguasa Batavia di zaman kolonial dulu.
Tahun 2023 adalah masa berakhirnya hukuman si Bai Shuzen. Ia kembali dari periode hibernasinya. Dan, berambisi memenuhi nurbuat-nya. Caranya adalah dengan mengambil nyawa tujuh orang terpilih melalui kesaktian batu pusaka Qi-Sha, agar ia bisa kembali hidup dalam tubuh salah satu keturunan marga Giok. Tujuannya untuk menjadi manusia superpower yang bisa menguasai dunia.
Ah, sudah sampai di sini saja sinopsisnya. Karena jika diurai lebih banyak lagi, takutnya spoiler-nya terkoyak.
Lalu, apa yang menarik dari novel Qi-Sha ini?
Pertama, sebagaimana Berdansa dengan Kematian, novel ini menyuguhkan alur cerita yang tidak linear. Pembaca diajak untuk menelusuri dimensi antar waktu. Zaman dulu, saat ini, dan masa depan. Namun, tetap menarik untuk terlibat di dalamnya.