Arundaya Gayatri:
Tokoh utama ini sejujurnya terilhami dari Kompasianer Anis Hidayatie. Bukan kisah hidupnya, tetapi semangat perjuangannya memajukan literasi di desa "terpencil." Kesamaan yang kubuat adalah nama "Daya" yang sama-sama tersemat pada Arundaya dan Anis Hidayatie.
Lintang Ayu a.k.a. Kompasianer Ayu Diahastuti
Di novel, saya menjadikannya sebagai seorang gadis yang memiliki gelar Doktor di bidang Psikologi. (berdasarkan kutipan dari novel):
Terlepas dari gelar akademiknya, Lintang selalu tampil sederhana. Rambut ikal yang dipotong sebahu dengan gaya berbusana apa adanya. Celana jin, kaos oblong, dan sepatu model wedges kesenangannya.
Namun, di balik kesederhanannya, kecerdasaanya tidak dapat disembunyikan. Tatapan matanya yang tajam, mengesankan pemikiran yang dalam. Tutur katanya yang teratur, gaya bahasanya yang terstruktur, dan cara penyampaiannya yang terukur, sudah cukup membuat orang-orang paham. Ia adalah orang cerdas. Lintang menyenangi hal-hal yang berbau mistis. Kecintaannya itu tidak asal-asalan. Sudah sedari kecil. Sudah sejak ia memahami dunia lain. Sudah sejak ia dimaklumatkan memiliki karunia sebagai seorang anak indigo.
Felix Sitorus a.k.a. Kompasianer Engkong Felix Tani (berdasarkan kutipan dari novel)
Felix Sitorus. Seorang lelaki yang lahir di Huta Panatapan, Toba, tepi utara Tanah Batak. Felix adalah seorang arkeolog yang mencintai Indonesia. Kecintaannya terhadap bumi pertiwi telah menjadikannya sebagai seorang yang tidak pernah bisa berdiam diri. Menjelajahi seluruh penjuru Nusantara adalah kegemarannya. Mengulik sejarah adalah hasratnya. Ia memiliki sebuah prinsip. "Mereka yang tidak mengingat masa lalu akan dikutuk untuk mengulanginya."Â
Felix adalah sahabat Tomi sejak kecil. Kulitnya berwarna kecoklatan dengan rambut hitam dipotong model cepak. Wajahnya ramah, meskipun terkadang ia juga bisa tampil menyeramkan. Apalagi jika sedang membahas tentang etika dan moralitas. Felix tidak menyenangi kemunafikan. Ia terdidik dari sebuah keluarga yang menjunjung tinggi kejujuran.
Basuki Waluyo a.k.a. Mbah Ukik (berdasarkan kutipan dari novel)
Rombongan tiba di lokasi pada pukul 11:14 siang. Kendaraan diparkir tepat di hadapan Balai Desa. Seorang pemuda datang menghampiri mereka. Usianya belum terlalu tua. Tomi memperkirakannya sekitar awal 30 tahun. Badannya terlihat kurus, tetapi berotot. Berkumis tipis dan wajahnya ramah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!