Korsel pun mengeluarkan jurus baru. Mendorong perdamaian dunia yang pada saat itu sedang viral. "Kami akan mengajak Korea Utara turut serta," demikian mereka berseru.
Jepang geleng-geleng kepala dan membalas, "jika negara Kim itu ikut serta, Piala Dunia akan menjadi ajang Perang Dunia." Jepang kembali mengumbar tentang kondisi keamanan di negara mereka, "Piala Toyota buktinya."
"Bagaimana dengan sekte sesat Aum Shrinkiyo yang pada 1995 menebar gas sianida di stasiun kereta api?" Korea membalas tuduhan Jepang. Itu belum termasuk potensi gempa bumi dan tsunami. Sungguh mengerikan.
Setelah saling menyerang, FIFA mengeluarkan keputusannya pada 6 November 1996. Kedua negara ini akan menjadi host bersama Piala Dunia 2002.
Bukannya beres, bibit-bibit pertikaian tidak bisa lenyap begitu saja. Konflik masih berlangsung dengan urusan nama. World Cup Japan-Korea, atau World Cup Korea-Japan.
Dua-duanya tidak mau mengalah. FIFA memutuskan jika Japan akan berada di depan. FIFA beralasan itu sesuai abjad. Huruf (J) lebih dulu daripada huruf (K). Tapi, Korsel ogah menjadi nomor dua.
"Bagaimana dengan Federation Internationale de Football Association?" Korsel kembali bertanya? Itu adalah kepanjangan dari nama FIFA. Berasal dari bahasa Prancis.
Di Prancis Japan disebut "Japon." Sementara Korea adalah "Coree". Huruf C lebih dulu dari huruf J.
Polemik masih berlangsung, demonstran pun turun tangan. Di luar kedutaan Jepang di Seoul, para penggila bola protes. Jepang harus dicabut haknya sebagai tuan rumah, kecuali tulisan Korea berada di depan.
Akhirnya menanglah Korea. Entah apa alasan FIFA. Mengutamakan bahasa Prancis, atau karena Jepang mengalah, takut kena demo.
Serba-serbi Piala Dunia 2002