Babak 16 besar telah dimulai. Namun kali ini terasa berbeda. Beberapa tim yang sebelumnya diunggulkan, tersingkir pada babak penyisihan. Sementara ada 3 wakil Asia yang berpeluang. Sesuatu yang belum pernah terjadi.
Membaca dari data impiris, belum ada wakil Afrika yang bisa menembus babak semifinal. Sementara dari Asia, baru Korea Selatan yang berhasil (2002). Dengan demikian bisik-bisik beredar. Sepertinya negara-negara Asia Afrika harus mengubur mimpinya jauh-jauh untuk bisa menjadi juara Piala Dunia.
Alasannya? Hal tersebut belum pernah terjadi. Atau jika mau diafirmasi, mungkin saja sebuah "kutukan."
Kutukan mungkin terdengar mengerikan. Akan tetapi Piala Dunia memang sarat dengan ramalan yang terkadang mencemaskan. Sesuatu yang acak bisa saja bukan sekadar faktor kebetulan saja. Kutukan yang dimaksud terjadi karena adanya fakta impiris.
Kutukan Benua Tuan Rumah
Ada sebuah "kutukan" yang menyatakan bahwasanya Negara Eropa akan menjadi juara jika ajang Piala Dunia digelar di Eropa. Sebaliknya, negara non Eropa yang akan muncul sebagai kampiun jika perhelatan Piala Dunia berada di luar Eropa.
Namun, tradisi tersebut runtuh setelah Spanyol muncul sebagai kampiun pada perhelatan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Lalu diikuti oleh Jerman pada 2014 di Brazil. Semenjak saat itu, dalam satu dekade terakhir, praktis tidak ada lagi juara Piala Dunia yang berasal dari luar Eropa.
Kutukan Juara Bertahan
Bahwa tim yang dua kali berturut-turut menjadi juara hanya Italia (1934-1938) dan Brazil (1958-1962). Setelah itu, kutukan gelar juara sepertinya mulai berlaku. Sebagaimana Jerman (juara 2014) tersingkir pada babak penyisihan PD 2018, dan Spanyol (juara 2010) yang juga tersingkir di babak penyisihan PD 2014.
Kutukan Ranking 1 FIFA
Disebutkan juga jika tim peringkat 1 FIFA tidak akan pernah menjadi juara dunia. Hal ini terbuktikan pada 2018. Pada saat itu Jerman berada pada peringkat pertama. Lalu Spanyol pada 2014, dan Brazil pada 2010.
Kutukan Jerman Barat
Inggris menjuarai Piala Dunia terakhir kali pada 1966. Saat itu, mereka mengalahkan Jerman Barat di laga pamungkas. Duel sengit terjadi, hingga babak tambahan waktu.
Akhirnya Inggris mencetak gol. Tapi dianggap kontroversi, karena gol yang diciptakan Geoff Hurst kala itu dianggap tidak melewati garis gawang. Jerman barat kecewa dan konon mengutuk Inggris tidak pernah menjadi juara lagi.
Kutukan Pelatih Asing
Di antara semua kutukan, ternyata ada satu yang paling tua, berlaku sejak perhelatan Piala Dunia pertama. Disebutkan bahwa hanya tim yang diasuh oleh pelatih negara mereka sendiri yang pantas menjadi juara.
Dan sepertinya mitos ini masih berlaku pada 2022 ini. Dari 32 peserta, ada 9 negara yang menggunakan pelatih asing. Belgia, Meksiko, Ekuador, Arab Saudi, Iran, Kanada, Qatar, Kosta Rika, dan Korea Selatan. Dari keseluruhan, sisa Korea Selatan yang masih melesat hingga 16 besar. Â
Kutukan Kalah Pada Laga Pertama
Belum ada juara dunia yang kalah pada pertandingan pertamanya. Kecuali Spanyol yang mendobrak anomal ini saat menjadi juara pada 2010.
Nah, jika kutukan-kutukan ini masih berlaku maka negara manakah yang tidak akan punya kesempatan menjadi juara?
Brazil (Kutukan Rangking 1 FIFA)
Argentina (Kutukan Kalah Pada Laga Pertama)
Inggris (Kutukan Jerman Barat)
Prancis (Kutukan Juara Bertahan)
Korea Selatan (Kutukan Pelatih Asing)
Selanjutnya, setelah pertandingan pertama di babak 16 besar, Amerika Serikat harus pulang kampung setelah digasak Belanda dengan skor 3-1. Sementara Australia juga harus mengakui kedigdayaan tim Tanggo dengan skor 2-0.
Sampai di sini, jika kutukan ini benar maka peluang juara dunia menyisakan 9 tim saja, yakni Jepang, Belanda, Polandia, Swiss, Portugal, Kroasia, Spanyol, Maroko dan Senegal. Jadi apakah salah satu dari kedelapan tim ini yang akan menjadi Juara Piala Dunia berikutnya? Walahualam...
Tunggu dulu. Jangan lupa jika masih ada satu kutukan yang juga ngeri-ngeri sedap. Yaitu, negara Eropa tidak akan menang jika Piala Dunia diselenggarakan di luar Eropa.
Jika kutukan ini juga terbukti benar, maka sisa tiga negara yang lebih berpeluang, yakni Jepang, Maroko dan Senegal. Benarkah begitu? Sejak awal pertandingan terlalu banyak anomali. Bisa saja anomali berlanjut, dan kini saatnya tim Asia dan Afrika yang akan unjuk gigi.
**
Acek Rudy for Kompasiana