Manusia terlalu sering menghubungkan sebuah kondisi dengan karakter manusia. Misalkan orang kaya bangunnya pagi hari. Padahal saya mengenal seorang teman yang super kaya, tetapi bangunnya jam 9 pagi.
Begitu pula dengan orang jomlo, katanya cerdas. Benarkah begitu?
Ah, tentu saja ini hanyalah provokasi ala Acek. Tidak berdasar dan hanya mencari sensasi saja. Tapi, biarlah. Berbuat amal itu baik. Anggap saja ini adalah promosi bagi kaum jomlo di Kompasiana. Siapa tahu emak-emak mau mencari jodoh, siapa sih yang tidak mau punya mantu cerdas? Eh...
Tapi, mungkin juga ada benarnya. Sebabnya di Kompasiana saya mengenal dua jomlo yang cerdas.
Yang pertama adalah Chuang Bali. Kompasianer yang tergabung di komunitas Mettasik ini memang jomlo. Ia seringkali dengan bangga mengumumkan kejomloan dirinya kepada teman-teman grup. Entah apa maksudnya.
Mengapa saya mengatakannya cerdas. Iya, tentu saja. Menjadi penerjemah buku best seller karya Ajah Brahm, "Cacing dan Kotoran Kesayangannya" tidakkah cerdas? Lalu, doi bukan hanya pandai menulis, tetapi juga membuat sketsa gambar. Nah, apa lagi.
Yang kedua adalah David Abdullah. Kompasianer ini memang rada mencurigakan. Dianggap masih menjomlo, tetapi pengalamannya segudang. Meraih Kompasiana award dalam kategori "Best in Opinion"Â tentu memerlukan otak yang brilian. Nah, apa lagi.
Sebenarnya ada satu lagi, yakni Kompasianer Abdul Hama. Sayangnya pada tahun ini ia telah melepaskan kejomloannya. Dengan kata lain, kecerdasannya mulai berkurang.
Saya tidak mengada-ada lho. Sebagaimana orang kaya yang konon memiliki kebiasaan bangun pagi. Ada penjelasan logikanya.
Bisa saja mereka tidak bisa tidur nyenyak karena takut hartanya digondol maling. Atau terlalu banyak pekerjaan, hingga mereka rela bekerja lebih pagi. Bisa saja kan?
Lalu, apa korelasi berlogikan antara kecerdasan dan kejomloan? Mari kita simak dengan gaya politips dan politrik. Mengambil referensi dari sana dan sini.
Orang Cerdas punya Determinasi
Semasa sekolah, orang jomlo rajin belajar. Tidak ada waktu untuk berleha-leha apalagi berdua-dua di tempat yang tidak jelas juntrungannya. Pokoknya nilai akademik yang utama, pacar nanti dulu.
Begitu pula pada saat sudah berkarir. Pikirannya yang cerdas sudah memiliki blue print tentang apa yang akan ia lakukan 10 tahun ke depan. Pacaran mungkin yang ke-11, itupun sudah melewati tahun ke-11.
Orang Cerdas Tidak "Ya-Ya" Saja
Orang cerdas tahu apa yang mereka mau. Termasuk pasangan. Sudah ada gambaran tentang karakter yang mereka inginkan. Oleh sebab itu mereka paling menghindari mak comblang. Itu sama seperti menyerah. Kurang cerdas rasanya.
Bagi yang ingin jadi pacar, ada serangkaian tes yang harus dijalani. Dari IQ, EQ, AQ sampai QQ lainnya. Tidak mudah lho.
Orang Cerdas Mampu Membedakan Hasrat dan Cinta
Orang cerdas tahu bahwa ada hormon yang namanya oksitosin dan vasopresi. Ketika kedua hormon ini bersatu, muncullah senyawa yang bernama dopamine yang memompa hasrat.
Masalahnya, orang pintar tahu jika oksitosin itu adalah hormon penurun stress dan vasopresi untuk meningkatkan adrenalin. Jadi, jika ada pemicunya hasrat pun menggebu-gebu. Padahal itu belum tentu cinta sejati.
Orang Cerdas Terkesan Jutek
Ah, benar gak ya? Sebenarnya tidak juga. Tetapi karena mereka mengetahui banyak hal, sehingga lawan bicaranya seringkali terbengong-bengong. Masalahnya cinta tidak perlu ensiklopedia. Cukup tips dan trik bagaimana aku bisa memelukmu. Ih....
Orang Cerdas Percaya Diri dan Jujur
Mereka beranggapan pasangan hidup harus jujur. Padahal terkadang untuk menarik pasangan, tampan asli tidak perlu dipajang. Ada aplikasi pengencang kulit dan penginclong wajah. Gratis pula.
Orang cerdas percaya diri dengan keberadaannya. Biar rambut awut-awutan, mereka masih tetap yakin dengan Bruno Mars. "Just the way you are..."
Nah, inilah 5 alasan mengapa orang Jomlo disebut cerdas. Sebenarnya masih banyak lagi, tetapi tidak pantas jika saya ulik semuanya. Karena para jomlo tentu lebih tahu apa yang mereka inginkan.
Masih belum percaya? Cobalah bertanya kepada para jomlo di sekitarmu. Dijamin mereka memiliki 1001 teori yang akan bikin kamu tercengang-cengang. Cerdas kan?
Eh...
Dan sayup-sayup kudnegar bisikan. Dari mereka yang sudah tidak menjomlo. Ada sebersit penyesalan, "mengapa aku tidak cerdas." HAHAHAHAHAHA....
Eh...
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H