Film Perempuan Bergaun Merah sudah tayang di bioskop. Temanya sih biasa saja, tentang roh jahat yang mengancam nyawa orang-orang. Tapi, yang membuat saya tertarik adalah karena budaya china yang menjadi latarnya.
Kompasianer Raja Lubis dalam artikelnya telah membahas resensi film ini dengan begitu baiknya. Sila klik link di bawah ini.Â
Baca juga:Â Misteri Hilangnya Perempuan Bergaun Merah, Sekadar Seru Saja
Hantu bergaun merah dalam kisah rakyat China adalah hantu yang paling ganas di antara semua hantu. Sayangnya, film tersebut tidak mejelaskannya lebih dalam. Nah, untuk itu, melalui artikel ini saya akan mencoba untuk mengupasnya. Â
Dalam mitologi China, hantu bergaun merah adalah arwah penasaran yang diselimuti amarah dan kebencian. Pada umumnya mereka adalah korban ketidakadilan. Dieksekusi atau bunuh diri, dipenuhi dendam membara. Jadilah mereka sebagai arwah penasaran yang tidak pernah puas untuk mengambil lebih banyak nyawa.
Hantu Dalam Pandangan Masyarakat China
Secara umum, masyarakat China memandang dunia roh sebagai bentukan dari arwah leluhur yang dulunya pernah hidup sebagai manusia. Hal ini dapat dilihat dari konsep kepercayaan Taoisme, bahwa Dewa-dewi yang dipuja, dulunya adalah manusia biasa yang memiliki jasa kebaikan yang luar biasa.
Karena keteladanannya, masyarakat lantas memujanya. Legenda berkembang dari mulut ke mulut dan disebarkan secara turun temurun, jadilah mereka sebagai sosok Ilahi yang diyakini memiliki kemampuan supranatural. Pelindung manusia.
Demikian pula halnya dengan para setan dan dedemit. Dulunya mereka juga adalah manusia. Namun, karena perbuatan jahat yang dilakukan, mereka akhirnya menjadi penguasa dunia bawah.
Sementara ada jenis makhluk spiritual yang berkeliaran di dunia manusia. Konon mereka adalah arwah dari para leluhur yang kembali berkunjung ke rumah keluarga untuk maksud tertentu.
Manusia pun menyambut kehadiran mereka dengan memberikan sesajen agar para arwah bisa tenang dan kembali ke dunianya. Para anak cucu yang berbakti akan menerima berkah yang bertubi-tubi. Â
Lalu ada juga setan gentayangan di bumi. Mereka sering menganggu manusia dengan penampakannya yang menyeramkan. Pada umumnya, setan ini adalah arwah yang resah karena mati penasaran atau tidak lagi menemukan keluarganya di dunia manusia.
Kendati demikian, orang Tionghoa tidak pernah ingin ribut dengan hantu. Makanya pada setiap tanggal 15 bulan 7 imlek, ada sebuah festival yang dinamakan Hungry Ghost Festival. Di Indonesia, acara ini dikenal dengan nama Hari Sembahyang Rebutan (cio ko). Tradisi ini sudah berlangsung sejak berabad-abad lamanya.
Pada tanggal ini, masyarakat China percaya bahwa pintu dunia bawah akan terbuka, dan semua hantu yang ada di sana akan menikmati liburan ke dunia manusia, bertemu sanak saudara.
Suka atau tidak suka, para manusia wajib memberikan sesajen dan mengadakan upacara bagi arwah leluhur yang berkunjung. Termasuk, semua arwah gentayangan yang selama ini diabaikan. Tujuannya adalah untuk memberi penghormatan kepada mereka, serta memohon doa agar para arwah tidak mengusik yang masih hidup.
Orang Tionghoa menganggap bahwa di dunia ini, mereka tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Kaum manusia harus rela berbagi tempat dengan para makhluk tak kasat mata.
Hal ini tergambarkan dengan sebuah kepercayaan kuno tentang kehidupan setelah kematian. Disebutkan jika manusia terdiri dari komponen Yin dan Yang. Begitu pula dengan jiwa dari orang yang sudah meninggal. Komponen Yin bagi arwah disebut dengan Po. Sementara komponen Yang adalah Hun.
Setelah seseorang meninggal, komponen Yin-nya (po) terbagi lagi menjadi dua. Setengahnya akan tetap berada di dalam kuburan, sebagiannya lagi akan menjadi penghuni alam baka. Sementara komponen Yang-nya (hun) akan tetap bersama keluarga dalam bentuk papan leluhur yang disimpan di dalam rumah keturunan-keturunannya.
Itulah mengapa mendiang yang sudah meninggal tetap memiliki koneksi dengan para manusia. Itu karena arwah bisa berada pada tiga tempat berbeda. Di alam baka, di kuburan, dan di dalam rumah keluarga.
Mengapa Hantu Berwarna Merah dianggap yang Paling Ganas?
Untuk membahas ini, kita harus melihat arti warna merah dalam filsafat China. Warna merah identik dengan perayaan Imlek. Dianggap sebagai warna yang membawa harapan-harapan baik. Merah identik dengan warna hoki.
Akan tetapi di balik perayaan besar, bagi masyarakat Tionghoa, merah tidak selamanya identik dengan hoki. Sedari kecil hingga saat ini, papa selalu melarangku untuk menulis sesuatu dengan tinta merah. Baginya, itu adalah bentuk kemarahan. Tidak sopan.
Dalam banyak budaya, tinta merah memang melambangkan kemarahan. Atau penekanan terhadap hal-hal yang buruk. Contoh sederhana, seperti tulisan merah pada buku rapor.
Tapi, orang Tionghoa menganggap tulosan merah jauh lebih buruk dari sekadar kemarahan. Tulisan merah adalah kutukan. Di zaman kerajaan kuno, keputusan hukuman mati bagi para terdakwa selalu ditorehkan dalam tinta merah. Melambangkan darah yang sebentar lagi akan tercecer.
Lama kelamaan kebiasan ini terus berlanjut. Orang China menggunakan tinta merah dalam menulis surat perpisahan, mengabarkan berita duka cita, atau membeberkan kutukan kematian.
Dunia arwah juga tidak menyukai warna merah.
Kembali kepada legenda Imlek. Tentang asal-usul warna merah yang dianggap sebagai hoki. Jauh sebelum masyarakat Tionghoa mengenal perayaan imlek seperti saat ini, hiduplah sesosok monster yang bernama Nian.
Nian ini hanya menampakkan diri setahun sekali. Kurang ajarnya, si moster ini memilih hari Imlek sebagai waktu kehadirannya. Ia datang menebarkan teror. Menculik warga desa untuk dijadikan persediaan santapan selama setahun.
Hingga seorang tua bijaksana datang mengusirnya. Si orang tua tersebut menggunakan tiga instrumen yang ditakuti oleh si monster, yaitu: api, kebisingan, dan warna merah.
Sejak saat itu warna merah pun dianggap sebagai warna pembawa keberuntungan. Atau dengan kata lain, hoki bagi manusia ternyata merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh kaum setan.
Nah, saya kemudian menghubungkan warna merah dengan jimat pengusir setan (Fu). Tinta merah yang menyala, ditorehkan di atas kertas kuning. Ditempelkan di depan rumah atau disisipkan ke dalam dompet. Konon hantu akan takut mendekati.
Tidak heran jika hantu bergaun merah hidupnya resah. Ia menggunakan warna merah yang memang tidak disenangi oleh kaumnya. Lalu apakah ini adalah alasan utama mengapa si gaun merah adalah hantu yang membahayakan?
Entahlah... Karena bagi saya, warna merah bukanlah penyebab. Ia hanyalah pengingat saja.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H