Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pakto 88, Sisi Kelam di Masa Keemasan Perbankan Indonesia

9 Oktober 2022   04:17 Diperbarui: 9 Oktober 2022   05:12 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bank (shutterstock.com)

Sebelum melakukan riset untuk tulisan ini, memori saya membawaku ke masa lalu. Di zaman Orde Baru, Soeharto telah berhasil mengubah wajah perekonomian Indonesia melalui investasi dan pembangunan di segala lini. Ia memberikan kemudahan kepada seluruh investor, baik dari dalam maupun luar negeri.

Manis-manisnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tingginya harga minyak dunia pada era 70-80an. Namun meskipun pemerintah Indonesia sudah surplus, target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Soeharto masih belum maksimal.

Dalam kenyataanya, tim ekonomi era Order Baru masih belum kehabisan akal. Indonesia sedang menikmati masa keemasan. Lirik lagu kolam susu dari Koes Ploes pun seolah-olah menjadi jargon pertumbuhan ekonomi Indonesia saat itu, "ikan menghampirimu, tongkat dan kayu jadi tanaman."

Alhasil, segala lini industri dan perdagangan pun digenjot. Soeharto lalu mencanangkan pertumbuha ekonomi melalui sektor non migas. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah pun menelurkan paket stimulus ekonomi. Menderegulasi aturan jelimet di bidang finansial dan perbankan.

Pakjun 83 pun lahir

Istilahnya keren, berasal dari singkatan - Paket Kebijakan Juni 1983. Pakjun 83 menandai awal "keberkahan" dari ambisi Soeharto. Penyaluran kredit perbankan dimudahkan. Pagu suku bunga ditiadakan, batasan kredit dihilangkan.

Dalam ingatan saya, suku bunga pada awal 90an masih berkisar pada rate 16-20% per tahun. Tidak masalah, sebabnya ekonomi Indonesia memang sedang manis-manisnya.

Kebijakan ini tidak disosialisasi, tersebab dikeluarkan dalam situasi mendesak. Meskipun pihak perbankan tidak diajak berdiskusi, Soeharto penuh percaya diri. Nyatanya memang demikian. Bisnis perbankan berkembang pesat, otoritas berada penuh di bawah kekuasan pemilik bank. Sebagaimana situasi yang digambarkan oleh kawan saya tersebut.

Sayangnya Soeharto belum puas...

Mungkin karena tidak ada sosialisasi, kinerja perbankan tidak membukukan harapan dari Soeharto. Meskipun angka penyaluran kredit perbankan naik sebesar 40% pada tahun buku 1982/1983 dengan total 11,27 trilun, Soeharto tetap tidak puas.

Beberapa paket stimulus ekonomi pun digelontorkan lagi. Puncak yang paling fenomenal akhirnya ditelurkan pada 27 Oktober 1988.

Paket Kebikajan ini dinamakan Pakto 88

Jika Pakjun menghilangkan seluruh kesulitan dalam penyaluran kredit, Pakto 88 lebih "kejam" lagi -- membabat habis kesulitan untuk mendirikan bank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun