Beredar rumor di media sosial, Presiden China Xi Jinping telah menjadi tahanan rumah. Adalah Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA) yang terlibat. Terindikasi dari sebuah video yang memperlihatkan pasukan militer masuk ke Beijing.
Dalam narasi, konon disebut jika PKC telah mencabut mandat Presiden Xi sebagai pimpinan PLA saat ia sedang berkunjung ke Uzbekistan. Pada saat Xi pulang, tahanan rumah pun terjadi.
Kendati demikian, banyak juga yang mengatakan jika rumor ini tidak bisa dibuktikan. Salah satunya adalah dari Drew Thompson, mantan pejabat Kementerian Pertahanan AS.
Hal senada juga dikabarkan oleh CNN. Koresponden Frida Ghitis berkata jika "tidak ada bukti bahwa Presiden Xi berada di dalam tahanan rumah," pungkasnya.
Lalu Siapa (Kemungkinan) pelakunya? Tentunya spekulasinya banyak. Namun sumber yang diambil dari Kompas.tv, disebutkan jika isu kudeta muncul bersamaan sejak China memberikan hukuman mati kepada dua ex-menteri pada pekan ini.
Salah satunya adalah Fu Zhenghua (67). Pengadilan Rakyat China menyatakan dirinya bersalah atas tindak korupsi setara Rp247,3 miliar rupiah.
Korupsi tersebut berasal dari penyalahgunaan wewenang antara tahun 2005-2021. Fu juga dikenal sebagai pejabat level tinggi. Selama 16 tahun berkarir, ia pernah menduduki beberapa posisi strategis.
Di antaranya adalah Kepala Biro Keamanan Publik Beijing, Menteri Kehakiman, dan Wakil Kepala Komite Nasional Konsultatif Politik, Sosial, dan Hukum PKC. Dengan jabatan yang sedemikian luas dan strategisnya, beberapa pengamat menenggarai uang hasil korupsi Fu tidak dinikmati sendiri.
Selama menjabat sebagai Presiden China, sosok Xi memang terkenal tegas. Langkah pertama yang ia lakukan adalah "bersih-bersih partai"
Sejatinya hukuman mati bagi koruptor sudah berlaku di China sejak 2013. Tepatnya setelah Xi Jinping menduduki jabatan sebagai Presiden RRC ke-7 dan Sekjen Partai Komunis China.
Xi Jinping memiliki istilah yang menarik tentang hal ini. Dari "lalat" sampai "macan" tidak pandang bulu. Lalat yang ia maksud adalah penjahat rendahan yang menggerogoti uang rakyat. Sementara macan adalah pejabat tinggi yang merampok uang negara.
Untuk melihat keseriusannya dalam mengkampanyekan anti korupsi, ambang batas korupsi yang dikenai hukuman mati adalah RMB 100.000. Yang berarti seseorang melakukan tindak korupsi sebesar kurang lebih 200 jutaan rupiah saja sudah bisa dihukum mati. Meskipun pada 2016, batas bawah ini dinaikkan menjadi 3 juta yuan atau sekitar 6,4 miliar rupiah.
Dari ketegasan ini, beberapa media asing melaporkan jika China sudah mengeksekusi ribuan orang. Termasuk di dalamnya adalah pejabat penting PKC yang sudah lebih senior dari Xi.
Walaupun demkian, China tetap tidak berhasil memperbaiki peringkat Indeks Korupsi mereka. Posisinya masih berada pada urutan ke-80 pada 2020, sama seperti posisi pada 2013.
Sehingga timbullah spekulasi jika Presiden Xi hanya menggunakan hukuman mati sebagai alat kampanye untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Isu ini sempat mereda selama masa pandemi (akhir 2020-2021), namun muncul lagi setelah pergerakan politik di China memanas terkait dengan keinginan Presiden Xi yang ingin mengamankan masa jabatan ketiganya. Sesuatu hal yang belum pernah terjadi dan belum tentu membuat para politikus nyaman.
Sekali lagi, sampai detik ini berita ini masih belum valid. Namun, hal yang paling menkhwatirkan justru datang dari pemerintah China sendiri. Belum ada pernyataan resmi dari Beijing terkait isu yang sudah membesar di media sosial ini.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H