Xi Jinping memiliki istilah yang menarik tentang hal ini. Dari "lalat" sampai "macan" tidak pandang bulu. Lalat yang ia maksud adalah penjahat rendahan yang menggerogoti uang rakyat. Sementara macan adalah pejabat tinggi yang merampok uang negara.
Untuk melihat keseriusannya dalam mengkampanyekan anti korupsi, ambang batas korupsi yang dikenai hukuman mati adalah RMB 100.000. Yang berarti seseorang melakukan tindak korupsi sebesar kurang lebih 200 jutaan rupiah saja sudah bisa dihukum mati. Meskipun pada 2016, batas bawah ini dinaikkan menjadi 3 juta yuan atau sekitar 6,4 miliar rupiah.
Dari ketegasan ini, beberapa media asing melaporkan jika China sudah mengeksekusi ribuan orang. Termasuk di dalamnya adalah pejabat penting PKC yang sudah lebih senior dari Xi.
Walaupun demkian, China tetap tidak berhasil memperbaiki peringkat Indeks Korupsi mereka. Posisinya masih berada pada urutan ke-80 pada 2020, sama seperti posisi pada 2013.
Sehingga timbullah spekulasi jika Presiden Xi hanya menggunakan hukuman mati sebagai alat kampanye untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Isu ini sempat mereda selama masa pandemi (akhir 2020-2021), namun muncul lagi setelah pergerakan politik di China memanas terkait dengan keinginan Presiden Xi yang ingin mengamankan masa jabatan ketiganya. Sesuatu hal yang belum pernah terjadi dan belum tentu membuat para politikus nyaman.
Sekali lagi, sampai detik ini berita ini masih belum valid. Namun, hal yang paling menkhwatirkan justru datang dari pemerintah China sendiri. Belum ada pernyataan resmi dari Beijing terkait isu yang sudah membesar di media sosial ini.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H