Saya membeli gula dari pabrik. Tenaga penjualnya rajin berkunjung ke toko seminggu sekali. Saat gula sedang seret-seretnya, supplier tersebut mulai berulah.
Tahu jika barangnya dibutuhkan, ia pun memberi syarat tambahan. Setiap pembelian 1 karung gula wajib membeli 1 pak kopi merek baru. Jika tidak, maka gula tidak akan dijual.
Terkadang karena kita butuh, tutup mata saja. Tapi, siapa yang mau menanggung kerugian dari pembelian kopi baru. Bagaimana jika tidak laku? Jika si supplier bersikeras, mendingan tolak saja. Opsinya bisa membeli via supplier, mengganti dengan produk lain, atau tidak jual sama sekali.
Kalau mau ribut, bisa juga sekaligus menyampaikan kepada supplier tentang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (sila klik di sini)
Nomor 2. Titip Jual / Konsinyasi (Consignment)
Banyak jalan menuju Roma, banyak jalan memasarkan produk. Salah satu yang paling primitif adalah titip jual.
Menggiurkan bukan? Singkatnya dikasih modal usaha, barang laku baru bayar. Akan tetapi harus diingat, meskipun belum ditagih barang tersebut sudah berstatus kewajiban bayar.
Saya sering menemukan kasus, barang yang dititip pada akhirnya tertinggal hingga masa kadaluarsa. Jika sudah demikian, friksi pun muncul. Si empunya barang tidak terima, mengapa sekarang baru dilaporkan. Akhirnya perdebatan tidak perlu pun harus terjadi.
Apalagi jika pembeli teledor, barang yang seharusnya "laku baru terjual" langsung dibayar. Supplier tidak mau tahu lagi dan barang dagangan tidak laku akan menjadi penghuni rak yang basi.
Belum lagi supplier yang tidak bertanggung jawab, tidak mau lagi peduli dengan barang dagangannya. Tahu jika barangnya tidak laku, gudang kita pun jadi tempat kos-kosan gratis. Mau dibuang takut ditagih, tidak dibuang jadi sumber penyakit.
Pada dasarnya barang yang dijual berdasarkan sistem konsinyasi adalah produk yang belum terlalu diminati. Jangan tergiur dengan "bayar nanti." Ada handling cost di sana. Waktu kerja karyawan terkuras, rak display terisi percuma, dan segala sesuatu yang terlihat sepele padahal sebenarnya berharga.  Â