Bisa juga ada kongkalikong dengan pihak supplier. Harga cabe di pasaran seharga Rp95.000 per kilo. Daripada susah-susah dihitung, mending digenapkan saja seratus ribu rupiah. Selisihnya lumayan buat beli rokok. Eh...
Nomor 4. Keteledoran Pembelian
Adapula kasus lain yang bukan berasal dari ketidakjujuran karyawan. Seperti membeli buah atau sayur yang kualitasnya buruk. Atau supplier memberikan produk kadaluarsa. Akhirnya bahan baku tersebut pendek umur dan tidak bisa lagi digunakan.
Atau bisa jadi karena kesalahan hitung. 10 kilo gula yang tertera pada nota, nyatanya isinya hanya sembilan kilo saja. Atau 20 karton air mineral, ternyata dalam satu karton isinya kurang satu.
Kasus seperti ini cukup banyak saya dapati. Seorang kawan pemilik restoran bahkan membeli bahan baku sendiri di pasar. Tapi, jika Anda tidak punya waktu maka stok opname atau kontrol pembelian harian sebaiknya ditangani sendiri atau oleh orang yang benar-benar dipercaya.
Nomor 5. Antisipasi Inflasi Palsu
Dalam sebulan terakhir harga terigu naik hampir dua kali lipat. Harga jual roti tetap diusahakan sama, agar pelanggan tidak berpindah ke lain hati. Situasi seperti begitu bikin hati gundah gulana. Penyebabnya adalah inflasi, karena situasi perekonomian negara. Mau dibilang apa lagi?
Tapi, apa yang terjadi jika ternyata inflasi hanya terjadi di supplier langganan? Artinya kenaikan harga dilakukan sepihak oleh vendor yang sudah lama bersama kita.
Saran yang terbaik adalah selalu mengecek ulang. Jika ada kenaikan harga barang tertentu, cobalah untuk melirik ke supplier tetangga. Jangan sampai supplier yang sudah langganan tiba-tiba mau cepat kaya. Atau bisa juga karena kalah bersaing. Supplier lain masih punya stok lama dengan harga lama.
Nomor 6. Spill Over Produk
Pernah makan buffet? Harga segini bisa makan segitu. Lalu timbullah pertanyaan, mau dikemanakan sisa makanan yang tidak termakan?
Bagi pengusaha berpengalaman, biasanya mereka sudah memiliki takaran dan sistem support yang memadai. Kalaupun ada sisa, tidak akan terlalu banyak lagi. Harga yang dikenakan kepada pelanggan sudah memperhitungkan biaya tersebut.
Perkara muncul bagi pengusaha kuliner yang belum punya pengalaman. Apa yang terjadi jika banyak makanan yang terbuang percuma. Sebagian mengadopsi sistem punishment, bagian produksi harus menanggungnya.
Tapi, tidak perlulah demikian. Cara terbaik adalah tidak memproduksi makanan yang belum tentu terjual. Jangan takut kehilangan omzet, masih ada makanan lain yang bisa jadi substitusi. Kalaupun pelanggan tidak jadi makan, itu lebih murah daripada membuang makanan.