Setelah mengetahui 3 jenis biaya yang harus diwaspadai, ada lagi tambahan biaya yang benar-benar harus diawasi. Namanya adalah Biaya Siluman.
Sebagaimana istilahnya, siluman adalah sosok yang misterius, kemunculannya tidak disadari, dan berbahaya. Begitu pula dengan biaya siluman.
Dalam usaha perdagangan konvensional, saya sudah pernah menjelaskan tentang retail shrinkage (kehilangan barang sebelum sempat dijual) dan bad debt (piutang dagang yang tidak terkendali)
Baca juga:Â Mengurangi Risiko Retail Shrinkage bagi UMKM
Baca juga: Menyiasati Bad Debt Pelanggan yang Ogah Membayar Utang
Dalam bisnis kuliner konsep ini hampir menyerupai, namun lebih "siluman" lagi, sehingga bisa membuat bisnis yang cuan menjadi sakit. Mari kita ulik satu per satu.
Nomor 1. Penggunaan Bahan Baku Berlebihan
Di dalam contoh COGS Es teh manis, sudah sudah disebutkan jika satu gelas es teh hanya memerlukan 30 gram gula saja (dua sendok gula). Standar ini sudah pas terasa di lidah.
Apa yang terjadi jika bagian produksi tidak menggunakan takaran ini. Jika customer komplain, es teh tawar tersebut terpaksa harus dibuang. Kalaupun pelanggan tidak keberatan, pemborosan bisa saja terjadi. Dari 2 sendok menjadi 3 sendok.
Nomor 2. Bahan Baku Terbuang Percuma
Karena keteledoran, es batu lupa disimpan di lemari pendingin. Akhirnya harus memesan baru lagi. Ini masih "normal." Dalam artian terjadi karena keteledoran.
Ada yang lebih berbahaya lagi. Membeli telur sekontainer, padahal dalam seminggu hanya memerlukan 10 pak saja. Ini sering terjadi karena terlalu percaya diri atau prediksi yang tidak hati-hati.
Nomor 3. Bahan Baku Terbuang Sengaja
Sama seperti kasus nomor 2, tapi ada unsur kesengajaan. Bagian pembelian sengaja membeli lebih. Jika tidak ada kontrol dari pengusaha kuliner, maka bahan baku tersebut bisa dijual. Atau diolah menjadi bahan makanan yang tidak masuk ke cash register.