Engkong pernah marah besar di Kompasiana gegara admin mengulik topil "kekerasan di sekolah berasmara berasrama." Dan kali ini adalah giliran acek yang akan unjuk gigi.
Admin terbukti mendiskreditkan kaum suami atas topil terbaru mereka -- "Hobi Suami Harus Seizin Restu Istri?"
Implikasi judul semacam itu berpotensi menimbulkan dugaan bahwa "para lelaki memiliki hobi yang berbahaya, hingga perlu diawasi oleh istri."
Kalau tidak percaya, mari kita bedah lebih dalam lagi. Cobalah lihat defenisi versi KBBI. Hobi adalah "sebuah kesenangan istimewa yang dilakukan di saat senggang."
Jadi, kesimpulan selanjutnya adalah:
1. Kesenangan istimewa harus melalui restu istri.
2. Saat senggang harus di bawah pengawasan istri.
Jadi sudah pasti topil kali ini emang nihil maskulinitas. Segala kesenangan istimewa suami, semua waktu senggang suami emang harus di bawah pengawasan istri.
Saya membayangkan para suami yang mau bobok-bobok siang harus atas restu istri. Padahal durasinya hanya lima menit. Kalau berada di dalam WC terlalu lama, pintu akan digedor-gedor. Lagu "Halo-halo Bandung" pun belum cukup satu stanza.
Mau nongkrong dengan teman, takada selembar duit di dompet. Semua diambil istri dan hanya disisakan selembar kertas yang bertuliskan "restu istri." Amsiong...
Ini baru defenisi pertama. Belum lagi jika "kesenangan istimewa" suami juga harus mendapatkan izin istri.
Apa kesenangan istimewa suami? Bermacam-macam tentunya.
Ada yang hanya senang melakukan hal-hal sederhana, seperti bengong. "Eh, ngapain lu bengong, sini gua periksa hape loe."
Iya, sebagian besar suami memang juga senang menjalankan kesenangan istimewa dengan bercanda di grup perpesanan. Tidak heran jika sesekali ada pesan singkat yang kamu dapatkan di gawai kamu. Paling sering adalah "apelo." Itu bukan dari si suami yang sebenarnya.
Padahal bengong bagi Kompasianer adalah aktivitas yang bagus untuk mengumpulkan ide untuk menulis. Kisah ini masih berlanjut dengan seorang Kompasianer yang sering nulis "ngamarsutra."
"Dirimu menulis apa, beib"
"Biasaaa... Ngamarsutra."
"Halah, ngomdo. Loe kagak seperkasa itu..."
Jujurly, sampai di sini tulisan ini tidak bisa dilanjutkan lagi. Kepala mulai pusing, mata mulai gelap. Sehingga tulisan di topil pun berubah menjadi "Hidup Suami Harus Seizin Restu Istri."
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H