Hanya masalah waktu hingga sosok Bjorka terungkap. Pemerintah melalui Menkopolhukam sudah menyampaikan jika mereka telah mengantongi nama di balik sosok Bjorka. "Hanya saja belum untuk konsumsi publik," pungkas Mahfud MD.
Pemerintah sepertinya sudah gerah. Bjorka tidak saja dituduh melanggar pasal 32 ayat 2 UU ITE. Ancaman hukumannya hingga 9 tahun penjara.
Bahkan lebih dari itu, aksinya sudah merembet ke masalah politik. Karena membocorkan data pribadi orang nomor satu di negeri ini bersama para punggawanya.
Tapi di sisi lain, masyarakat tidak kelihatan khwatir, netizen malahan meminta si hacker untuk lebih transparan. Sebagian masyarakat telah menganggap Bjorka sebagai sosok pahlawan. Ia berhasil menyuarakan kekecewaan mereka terhadap beberapa kebijakan pemerintah.
Dan bagi publik sendiri, pengungkapan Bjorka akan memulai sebuah episode baru. Apakah Bjorka adalah orang Indonesia? Apakah Bjorka benar peretas hebat? Atau apakah Bjorka benar memiliki semua data yang dia bangga-banggakan itu?
Apa yang terjadi jika ternyata aksinya selama ini hanya hoax saja. Bjorka tidak lebih dari seseorang pembeli data. Bukan peretas seperti yang disimpulkan oleh Gildas D. Lumy, Koordinator Forum Keamanan Siber dan Informasi (FORMASI).
Bisa saja kemungkinan ini juga benar. Tersebab klaim berlebihan memang kerap terjadi di dunia teknologi.
Abaikan dulu sejenak tentang kisruh Bjorka. Mari kita kembali ke 2016 silam dan berkenalan dengan seorang pria yang pernah digadang-gadangkan sebagai the Next Habibie.
Dwi Hartanto namanya. Dia adalah mahasiswa doctoral di TU Dellft, Belanda. Prestasinya mentereng, kelas dunia, dan pemegang paten untuk beberapa penemuan di bidang antariksa.
Dwi adalah perancang Satelite Launch Vehicle, pernah membuat roket bernama TARAV7s. Proyeknya didanai oleh Kementerian Pertahanan Belanda, temuannya digunakan oleh Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), dan masih banyak lagi.