Ada yang menarik perhatianku pada saat membuka laman google pada hari ini. Doodle memperlihatkan sebuah benda yang tidak asing lagi bagiku. Mangkuk mie ayam.
Awalnya kukira jika mangkuk sejenis itu hanya ada di Indonesia. Namun, dalam beberapa kesempatan berkelana ke luar negeri, jenis yang sama juga ada di Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.
Bahkan pada sinema Hong Kong era 90-an, mangkuk ini selalu menjadi cameo dalam beberapa film karya Stephen Chow.
Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata hari ini sembilan tahun yang lalu (12 September 2013), pemerintah Thailand sudah resmi mendaftarkannya sebagai produk "Indikasi Geografis Lampang."
Betapa kecewanya hatiku, merasa kecolongan. Tiada bedanya dengan kehilangan pujaan hati yang sudah lama bersamaku.
Saya pun penasaran, apakah mangkuk legendaris ini berasal dari Thailand? Dugaan saya benar, itu berasal dari Tiongkok. Ornamennya saja sudah sangat "kecina-cinaan."
Lalu bagaimana sejarahnya?
Dilansir dari NationalGeographic.id, sejarah mangkuk ini sudah ada di negeri leluhurnya sejak zaman Dinasti Ming, atau sekitar lima abad lalu.
Pada saat itu Kaisar Chenghua memesan empat buah cawan bergambar ayam kepada pengrajin ternama di provinsi Jiiangxi. Alhasil empat buah cawan tersaji dengan gambar ayam jago, ayam betina, dan anak-anak ayam.
Cawan terkenal itu kemudian diberi nama jigangbei atau cawan ayam. Maknanya adalah kemakmuran -- banyak anak, banyak rezeki.
Tak disangka, mangkuk ayam itu menjadi favorit bagi sang kaisar. Bukan saja bagi Chengua, tapi juga kaisar-kaisar selanjutnya di China. Kaisar Wanli dari Dinasti Qing yang memerintah seabad setelah Kaisar Chenghua masih menjadikannya sebagai barang favorit.
Ketenaran mangkuk ini bahkan bisa bertahan lebih lama lagi. Dua abad kemudian, Kaisar Qianlong bahkan membuat sebuah puisi khusus untuk si mangkuk. Luar biasa!
Setelah menjadi semakin terkenal, mangkuk ayam tersebut mulai diizinkan untuk diproduksi massal. Dan hingga kini, keturunannya masih bisa ditemukan di berbagi belahan dunia.
Sementara diketahui mangkuk asli dari zaman Kaisar Chenghua kini hanya tersisa 16 buah saja di seluruh dunia. Dalam beberapa kali acara pelelangan internasional, harga tertinggi yang pernah dipatok oleh para kolektor adalah sekitar 500 miliar rupiah per mangkuk.
Rakyat China tidak hanya menyenangi desainnya yang legendaris, tetapi juga makna filosofinya. Desain mangkuk ayam ini terdiri dari tiga bagian, yakni gambar ayam jago, Bunga peony, dan pohon pisang.
Bunyi fonetik Ji (ayam dalam bahasa mandarin), mirip dengan bunyi Jia yang berarti rumah atau keluarga. Selanjutnya, bunga peony melambangkan kekayaan. Lalu pohon pisang memaknai keberuntungan.
Lantas mengapa ayam jago? Rasanya ini ada hubungannya dengan budaya patriarki orang Tionghoa.
Mengelilingi Dunia
Sejarah hadirnya si mangkuk ayam berasal dari awal abad ke-20. Dibawa oleh para perantau dari daerah Guandong yang kebetulan banyak berdatangan ke Asia Tenggara.
Syahdan mangkuk ayam ini pun berasimilasi dan mulai diproduksi oleh pengarajin-pengrajin lokal. Mulai dari hasil pekerjaan tangan hingga produksi mesin.
Lalu apa hubungannya antara si mangkuk ayam dan Lampang di Thailand?
Dilansir dari Wikipedia, Lampang (atau Nakhon Lampang) adalah kota terbesar ketiga di wilayah utara Thailand.
Pada tahun 1957, pedagang di daerah Lampang ini banyak membuka pabrik mangkuk ayam jago. Bukannya tanpa alasan, itu karena Lampang terkenal dengan cadangan mineralnya yang sagat cocok untuk membuat keramik.
Alhasil, meskipun jenis mangkuk yang sama juga diproduksi oleh daerah dan negara lain, tiada yang bisa mengalahkan kualitas mangkuk ayam dari Lampang.
Dampak selanjutnya bukan saja hanya ketenaran. Konon, produksi mangkuk ayam ini berhasil menggerakkan perekonomian dan memakmurkan penduduk Lampang.
Tidak heran jika pemerintah Thailand pun buru-buru mendaftarkan mangkuk ayam ini sebagai produk warisan "Indikasi Geografis Lampang."
Sejarah yang panjang dari mangkuk ayam ini membuatnya tidak terlepas dari budaya. Orang Tionghoa totok banyak menyertakan mangkuk ini sebagai bagian dari ritual.
Kendati demikian, mangkuk ini bukanlah barang sakral. Kamu, kamu, dan kamu bisa menemukannya di seluruh pelosok Indonesia. Dari restoran mahal hingga warung emperan. Dari penjual makanan China hingga bakso ala Jawa.
Memiliki makna bahwa mangkuk ayam ini telah menjadi saksi sejarah asimilasi budaya di bumi Nusantara. Biarkan saja Thailand megklaimnya. Mangkuk ayam ini tetap adalah warisan dunia.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H