Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Mengurangi Risiko "Retail Shrinkage" Bagi UMKM

18 Agustus 2022   05:34 Diperbarui: 19 Agustus 2022   10:18 3908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Retail shrinkage adalah istilah akuntansi. Merujuk kepada kerugian usaha akibat barang dagangan yang hilang, rusak, atau tidak layak dijual.

Kerugian ini menjadi momok bagi setiap perusahaan, karena jika tindakan pencegahan tidak dilakukan dengan tepat, maka ia akan menggelinding menjadi risiko usaha yang tidak terukur.

Menurut data National Retail Federation, di Amerika rasio retail shrinkage adalah 1,61%-2%. Terlihat kecil, tapi jika dijumlahkan, nilainya bisa mencapai puluhan triliun rupiah dalam setahun. Semakin besar usaha, semakin besar pula kerugian yang muncul dari kasus retail shrinkage ini.

Oleh sebab itu perusahaan besar tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang besar sebagai tindakan pencegahan. 

Dari pemasangan CCTV untuk menjaga aksi pencurian di dalam toko, hingga membeli sistem akuntansi retail untuk mencegah kesalahan administratif perusahaan.

Lalu bagaimana dengan UMKM?

Retail shrinkage tidak mengenal jenis usaha. Kehilangan barang akibat faktor eksternal maupun internal adalah masalah yang harus dihadapi oleh setiap lini usaha, besar maupun kecil.

Sayangnya, pemilik UMKM seringkali tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni mengenai hal ini. Terkhusus usaha kecil menengah yang tidak memiliki sistem manajemen operasional dan sistem pembukuan yang memadai.

Namun jangan khawatir, ada beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan bagi pemilik UMKM untuk mengurangi kerugian ini. Bahkan, tanpa disadari beberapa dari Anda telah melakukannya dengan baik.

Retail shrinkage terbagi dari beberapa bagian. Marilah kita membahas satu persatu termasuk solusi alternatif yang bisa dilakukan.

Pencurian di Dalam Toko

Menurut data dari National Retail Federation, pencurian di dalam toko (shoplifting) memberikan kontribusi terbesar. Jumlahnya mencapai 35,7%.

Oleh karenanya, hal pertama yang bisa dilakukan adalah jangan membiarkan tempat usaha tidak terjaga. Suasana yang tidak kondusif dapat memancing aksi mengambil barang tanpa dibayar.

Bersikaplah ramah terhadap pelanggan. Jangan biarkan mereka sendiri berkeluyuran di dalam toko. Selain mampu memberi kesan yang baik bagi pelanggan yang jujur, hal ini juga dapat memberikan pesan kepada mereka yang tidak jujur, bahwa mereka diawasi.

Selanjutnya, cobalah mengevaluasi penataan barang dagangan. Buatlah serapih mungkin agar mudah dikenali. 

Penataan yang rapih memiliki dua fungsi. Selain nyaman di mata pelanggan, pemilik toko juga mudah mengawasi jika ada barang dagangan yang hilang.

Lakukan sesuatu pada daerah yang gelap dan sulit diawasi. Jangan biarkan barang-barang kecil atau yang bernilai tinggi berada di sana. Pasanglah penerangan tambahan, atau letakkan barang-barang besar dan berat yang susah diangkat.

Beberapa tempat usaha bahkan menyediakan etalase terkunci. Jika ada pelanggan yang berminat maka mereka bisa menghubungi penjaga toko.

Ketidakjujuran Karyawan

Jangan kira ancaman retail shrinkage hanya berasal dari luar saja. Pencurian oleh karyawan menempati urutan kedua dari data National Retail Federation. Jumlahnya 33,2%, hanya beda tipis dari kasus pencurian orang luar.

Mengurangi Risiko
Mengurangi Risiko "Retail Shrinkage" Bagi Pemilik UMKM (gambar: businesstoday.in)

Banyak pemilik UMKM memperkerjakan karyawan yang sudah dikenal. Seperti keluarga sendiri atau karyawan yang direferensikan. Namun hal ini tidak menjamin kejujuran mereka.

Sebagai pemilik usaha, ada batasan kepercayaan. Kata orang ketidakjujuran tercipta karena adanya peluang. Uang hasil dagangan menjadi hal pertama yang harus diperhatikan.

Pisahkan hasil transaksi yang besar dan uang kembalian. Setiap waktu tertentu, pecahan uang besar sebaiknya diamankan. Sementara di laci kasir hanya disediakan uang kembalian yang cukup.

Setiap akhir hari, siapa pun yang menjadi kasir harus mempertanggungjawabkan hasil transaksi kepada pemilik. Untuk itu, pencatatan sederhana harus selalu disesuaikan.

Beberapa pemilik usaha juga melakukan penggeledahan kepada karyawan pada akhir hari. Bukannya tidak percaya, namun karyawan yang jujur seharusnya juga tidak keberatan jika mereka peduli dengan keberlangsungan perusahaan.

Kesalahan terbesar dari pemilik toko adalah memperlakukan karyawan dengan tidak manusiawi. 

Sebagaimana sebuah usaha, karyawan juga mencari nafkah. Mereka dibayar bulanan dan bertanggung jawab untuk menghidupi keluarganya.

Seyogyanya hak pegawai menjadi yang terutama. Janganlah karena kesalahan kecil, pendapatan mereka dikurangi. Begitu juga dengan sistem penggajian, gunakanlah hati nurani sesuai kondisi perusahaan. Karyawan yang baik pun akan jadi nekat jika sudah berurusan dengan masalah ekonomi.

Saya sendiri selalu menciptakan suasana kekeluargaan dengan para karyawan. Mereka perlu didengarkan dan diayomi. 

Keakraban ini membuat para karyawan betah di perusahaan, saling menjaga satu sama lain, dan akan menjadi ujung tombak perusahaan yang dahsyat.

Meskipun sudah digaji, namun itu belum tentu menjamin kesejahteraan mereka. Terkadang dalam kasus tertentu, mereka harus didukung oleh kebijakan dan kebajikan perusahaan. Bijaklah menjadi pemilik perusahaan dan sekaligus manusia.

Kesalahan Administratif

Manajemen yang baik dan sistem pembukuan adalah keharusan bagi perusahaan. Perusahaan besar rela menggelontorkan uang yang banyak untuk membeli sistem akuntansi. Lalu bagaimana dengan usaha yang memiliki modal terbatas?

UMKM di zaman bapakmu mengenal cash register. Sebuah peralatan yang bisa membantu pemilik usaha bertransaksi. Harganya selangit pun harus dibeli. Tapi, di zaman now sudah banyak yang berubah.

Sekarang sudah banyak sistem POS (Point of Sales) berlangganan yang lebih komprehensif dari cash register. Untuk operasionalnya hanya diperlukan gawai pintar (biasanya tablet). 

Biaya langganannya pun murah, berkisar dari beberapa puluh ribu hingga ratusan ribu rupiah per bulan. Ongkosnya tergantung fitur yang diinginkan.

Selanjutnya adalah penataan dan pembukuan stok barang dagangan. Selain harus rapih, bersih, dan bebas hama, stok harus mudah dihitung. Secara berkala lakukanlah stok opname, sehingga kehilangan barang dapat cepat dan mudah terdeteksi.

Sistem FIFO (First In First Out) adalah keharusan. Barang yang duluan diterima di toko harus yang lebih dulu dijual. Jika tidak, maka risiko barang kadaluarsa akan menjadi masalah.

Ketidakjujuran/Kesalahan Supplier

Membeli barang dagangan dengan harga murah adalah salah satu sumber keuntungan perusahaan. Oleh sebab itu rajin-rajinlah bertanya kepada beberapa supplier. Jangan hanya terpaku kepada satu dua perusahaan saja.

Bonus tambahan biasanya merupakan pemanis dari supplier. Namun, sayangnya sebagai pemilik perusahaan kita seringkali abai. Bisa jadi karena ketidaktahuan kita atau karena keteledoran sistem administrasi supplier. Harap diperhatikan.

Kekurangan barang pada saat pengantaran juga seringkali terjadi. Bisa karena ketidakjujuran tenaga delivery supplier atau karena kelengahan pemilik usaha.

Yang terbaik adalah lakukan perhitungan. Barang diatur rapih dan dihitung sebelum masuk ke gudang. Jangan pernah langsung ditata ke rak jika belum ada pencatatan stok pada sistem atau buku.

Jangan lupa juga mengecek kesesuaian dan kelayakan barang dagangan. Saya seringkali mendapatkan supplier yang menyisipkan barang kadaluarsa. Atau produk yang tidak sesuai dengan pesanan, baik jenis maupun variannya.

Hal-hal lainnya

Retail Shrinkage adalah momok bagi setiap perusahaan. Selain hal-hal yang telah saya sebutkan sebelumnya, kelalaian juga bisa terjadi dari pemilik perusahaan.

Sebagai pemilik perusahaan, kita seringkali menganggap bahwa usaha tersebut adalah milik kita sepenuhnya. Padahal tidak demikian. Pernah mengambil barang di toko tanpa membayar? Jangan sesekali melakukannya.

Bersikaplah profesional, kita adalah pemilik sekaligus pelanggan.

Setiap barang yang keluar dari rak harus digantikan dengan uang. Jika tidak, maka kita akan bingung sendiri. Hal ini juga akan menjadi contoh buruk bagi karyawan. Jika bos bingung saya pun bingung. Lebih parah lagi, jika bos bisa saya pun bisa. Amsiong dah.

Nah ini sedikit gambaran mengenai retail shrinkage bagi usaha kecil dan menengah beserta cara menanganinya. Risiko ini akan selalu ada. Adalah kamu, kamu, dan kamu yang memiliki kuasa. 

Bersikaplah bijak dan bajik sebagai pengusaha, niscaya retail shrinkage tidak akan menggelembung menjadi masalah yang besar nantinya

Semoga bermanfaat.

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun