Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengulik Kopi Sianida dalam Kasus Penembakan Brigadir J

11 Agustus 2022   05:49 Diperbarui: 11 Agustus 2022   05:55 2143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengulik Kopi Sianida dalam Kasus Penembakan Brigadir J (gambar: newsdetik.com)

Sekitar lima tahun silam, saya berkunjung ke dokter sahabatku. Tujuannya untuk berobat. Lalu pembicaraan pun mengarah ke kasus kopi sianida yang sedang hangat-hangatnya.

Si dokter memberikan tanggapannya, "satu-satunya cara untuk membuktikan jika korban meninggal karena sianida, adalah otopsi lengkap."

Pembicaraan pada sore hari itu bukan kongkow-kongkow biasa. Sebabnya dokter yang kuajak bicara adalah ahli patologi.

Bagi seorang ahli seperti dirinya, berbicara sesuai kebenaran adalah segalanya. Ia tetap menolak memberikanku kesimpulan akhir terhadap kasus tersebut.

"Kalau otopsi tidak dilakukan, maka saya sulit berbicara, Rud," ujarnya.

Saya terdiam. Saya sadar jika dokter ini sudah keukeuh dengan pendapatnya. Beberapa hari sebelum perbincangan pada sore hari itu, saya telah melihatnya hadir sebagai salah satu saksi ahli dalam kasus yang viral pada zamannya tersebut. [Baca link ini].

Sebenarnya alasan saya terdiam, karena juga merasa malu. Memaksa menerima opini masyarakat yang berseliweran dalam benakku.

Jessica Kumala Wongso bersalah...

Sejak awal persidangan, bukti demi bukti selalu mengarah kepada Jessica. Paling tidak ada beberapa hal yang memberatkannya. Pada 6 Januari 2016, Jessica lebih dulu hadir di tempat kejadian perkara, Kafe Oliver di Mal Grand Indonesia, Jakarta.

Ia memesan es kopi Vietnam untuk Mirna, dan dua cocktail bagi dirinya dan Hani, seorang kawannya lagi. Lalu meja nomor 54 tempat mereka duduk, juga adalah pesanan dari Jesicca.

Selain itu, Jessica juga langsung membayar bill-nya. Suatu hal yang jarang dilakukan oleh pengunjung lain. Para saksi yang merupakan pegawai Kafe Oliver juga menambahkan, setelah kejadian kejang-kejang Mirna, Jessica tidak kelihatan panik atau berusaha membantu Mirna.

Keluarga Mirna memberi kesaksian di depan majelis hakim, tingkah laku Jessica di rumah sakit kelihatan mencurigakan. Selain terlihat salah tingkah, Jessica juga kelihatan terlalu "kepo" dengan berkeliling mendengarkan setiap pembicaraan orang yang hadir di sana.

Mereka membandingkannya dengan Hani yang kelihatan sangat terpukul dengan kematian Mirna. Menurut ayah Mirna, Jessica terlalu tenang untuk seseorang yang memiliki kedekatan dengan anaknya.

Arief Soemarko, suami Mirna bersaksi bahwa istrinya takut bertemu Jessica. Hal tersebut terkait dengan pertemuan keduanya pada Oktober 2014. Saat itu Mirna menasehati Jessica atas hubungannya dengan pacarnya. Jessica tidak terima dan marah besar. Dia lalu meninggalkan Mirna seorang diri. Kejadian tersebut berlangsung saat mereka berdua berada di Sydney, Australia.

Saat kejadian di Kafe Oliver, Mirna masih menampakkan ketakutannya bertemu dengan Jessica seorang diri. Oleh sebab itu, ia memilih untuk menunggu Hani datang menemaninya.

Beberapa kesaksian dari saksi ahli pun memberatkan Jessica. Ahli digital forensik dari kepolisian mengatakan jika Jessica terlihat beberapa kali menggaruk tangannya dan kelihatan resah.

Menurut ahli toksologi dari kepolisian, kemungkinan Jessica terpapar sianida yang menyebabkan rasa gatal pada bagian tangannya.

Tidak berakhir sampai di situ saja. Kesaksian selanjutnya datang dari ahli psikologi klinis. Antonia Ratih Andjayani memberi pendapat jika Jessica memiliki kepribadian amorous narcissist, sering berbohong untuk berdalih.

Sehari sesudahnya, giliran psikiater forensik yang memberi kesaksian. Dokter yang pernah memeriksa Jessica itu berkata jika Jessica memiliki kecenderungan menyakiti dirinya dan orang lain jika berada dalam kondisi tertekan.

Terakhir adalah kesaksian dari John J. Torres, seorang polisi dari Australia. John mengungkapkan jika kepolisian New South Wales memiliki beberapa catatan atas percobaan bunuh diri Jessica.

Terhadap rangkaian bukti dan pernyataan saksi, tidak heran opini masyarakat begitu mudah terbentuk. Jessica telah "bersalah" sebelum hakim menjatuhkan vonis 20 tahun kepadanya.

Es kopi yang dipesan Jessica berbau dan berwarna kekuningan. Polisi mengungkapkan jika pada lambung Mirna ditemukan sekitar 3,75 miligram Sianida.

Mudah saja menghubungkan kopi dan sianida yang berada di lambung Mirna. Sayangnya ada hal penting yang tidak pernah terbuktikan. Tidak ada saksi mata ataupun bukti rekaman CCTV yang membuktikan jika Jessica menaruh sianida ke kopi Mirna.

Tapi, hal tersebut tidak terlalu penting lagi. Hakim telah menjatuhkan vonisnya. Sebagaimana tidak pentingnya pembelaan dari kuasa hukum Jessica.

Tidak penting apa motif Jessica membunuh Mirna. Apakah alasan sakit hati karena dinasehati Mirna untuk putus dari pacarnya sudah cukup kuat?

Tidak penting juga melihat kemungkinan penyebab lain kematian Mirna. Misalkan karena penyakit kormobid atau sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Tersebab pihak peyidik tidak pernah menelusuri rekam jejak medis Mirna.

Namun di antara semua adalah terjadinya pembentukan opini secara masif dan sistematis. Komisi Penyiaran Indonesia pada Agustus 2016 mengatakan bahwa ada beberapa stasiun tv yang "berpotensi mengabaikan azas praduga tak bersalah. Mereka menggiring "penghakiman" melalui pembentukan opini publik.

Saat itu rasanya susah untuk berpikir bahwa Jessica Kumala Wongso tidak bersalah. Namun harus ingat bahwa yang harus dibela adalah kebenaran bukanlah orang. Seperti itulah yang diungkapkan dokter sahabatku pada saat ia hadir sebagai saksi ahli dalam kasus persidangan kopi sianida.

Menurutnya penemuan sianida di lambung Mirna masih belum bisa dijadikan kesimpulan.

"Sianida yang masuk ke tubuh akan membuang oksigen dari fungsinya. Sel manusia yang paling membutuhkan oksigen adalah otak dan ginjal. Oleh sebab itu, otopsi harus dilakukan. Buka jantung, buka ginjal, dan buka otak," pungkasnya.

Sang sahabat juga mengatakan jika kasus persidangan terlalu lama, padahal jika otopsi dilakukan maka kasus meninggalnya Mirna akan terang benderang.

Saya termenung, sepertinya tidak banyak orang berpikiran sama dengan dokter sahabatku itu. Keadilan memang harus ditegakkan, tetapi tidak dengan mengabaikan fakta.

Enam tahun berlalu, kasus kopi sianida ini mulai dilupakan. Lalu muncullah kasus penembakan yang dilakukan oleh Irjen FS. Meskipun tidak persis sama, tapi ada benang merahnya.

Opini publik mulai dibentuk, Bharada E digiring sebagai pelaku penembakan. Brigadir J sebagai korban. Alibinya disebut karena korban terlibat pelecehan seksual kepada PC, istri FS.

Untungnya masyarakat Indonesia semakin dewasa. Kasus tewasnya Brigadir J tidak sesederhana itu. Dalam langkah penyidikan yang terbilang fenomenal, Kapolri RI, Irjen Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Irjen FS sebagai tersangka.

Irjen FS terlibat dalam kasus kopi sianida, ia muncul sebagai salah satu tim penyidik. Jabatannya dulu adalah Wadirkrimum Polda Metro Jaya. Sekarang namanya kembali mencuat dalam kasus yang sama viralnya. Bedanya, dia adalah tersangka.

Apresiasi kepada Polri saya berikan, namun agar opini publik tidak tergiring dengan liar, masih ada PR besar yang belum diungkap. Mengenai motif, alasan penembakan, dan kronologi kejadian.

Seperti ungkapan dokter sahabat saya, "[persidangan kopi sianida] terlalu lama, ada fakta di depan mata [...].

Semoga dunia hukum di Indonesia semakin dewasa dengan kasus kejadian ini. Semoga demikian adanya.  

**

Referensi: 1 2 3 4 5

**

Acek Rudy for Kompasiana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun