Beberapa tahun yang lalu, saya terserang panic attack. Sebabnya Kelly putriku mengatakan jika ia adalah penggila K-Pop. Ia juga mengatakan bahwa dirinya senang melihat cowok Korea.
Untungnya, sekarang sudah tidak terlalu. Sebabnya saya merasa jika K-Pop stars bukanlah cowok sebenarnya. Alasannya sederhana, mereka berdandan seperti wanita.
Tapi, bisa saja itu karena tuntutan industri. Menjadi bintang di Korea harus berbalut make-up, lengkap dengan perawatan complexion-nya
Ternyata saya salah. Entah karena pergeseran budaya atau memang tren, cowok Korea juga menggunakan make-up dalam kesehariannya. Mereka berprinsip jika penampilan sempurna bukanlah masalah gender.
Jika wanita terbiasa menggunakan make up untuk tampil menarik, demikian pula pria. Emangnya begitu? Iya, karena ternyata wanita Korea juga suka cowok bermake-up. Amsiong dah!
Industri hiburan Korea memang berpengaruh. Para Kpopers hanya mencontohi idola mereka. Jung-kok pakai lipstik, Chan-yeol pakai eye liner, Choi-san pakai bb cream. Kenapa Oppa-oppa lainnya tidak?
Sampai di sini saya mulai merinding. Jika disuruh make-up, saya hanya menjawab diplomatis, "gak pede."
Persis, jawaban seperti itulah yang ditunggu-tunggu.
Bagi cowok korea, menggunakan make-up adalah simbol rasa percaya diri. Kepercayaan diri ini dibutuhkan dalam berbagai aspek sosial lainnya.Nah, tahukah kamu, kamu, dan kamu jika cowok Korea juga menggunakan make-up jika sedang wawancara, saat bertemu klien, atau menjalankan tugas lainnya?
Memang tidak semua sih. Tapi, kita berbicara tentang kaum muda di sana. Shibal biyong sepertinya sudah jauh merasuk ke dalam sukma. Fenomena yang merujuk kepada pemikiran generasi muda Korea tentang kesenangan sesaat.
Shibal biyong secara harafiah artinya "persetan dengan pengeluaran." Rasa frustasi karena tidak bisa menabung, membuat mereka berpikiran pendek. "Jika uang tidak bisa menjamin masa depan, mengapa harus disimpan."
Lalu apakah kondisi sosial yang terjadi di Korea inilah yang membuat kawula muda di sana berpikiran unik? Atau memang seperti alasan mereka, menggunakan make-up adalah untuk membangun kepercayaan diri. Entahlah...
Untungnya di Indonesia belum seperti itu. Seganas-ganasnya pengaruh Korean Wave, saya belum pernah melihat anak muda bermake-up secara masif.
Tapi, entah jika suatu saat nanti. Kita tidak bisa menahan laju pengaruh budaya asing. Mereka bisa menyebar dengan sangat cepat. Untuk itu, tetaplah menjadi Indonesia. Sudah waktunya kita mencintai budaya sendiri, bukan ikut-ikutan.
Bukankah kita punya kearifan lokal yang juga mendunia? Seperti Batik atau blangkong. Bayangkan jika 270 juta warga Indonesia bangga dengannya, bisa saja tren itu akan mendunia.
Ah, saya halu... Tapi kenapa tidak ya?
**
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H