Selanjutnya adalah PM Morihiro Hosokawa. Kejadiannya pada 30 Mei 1994. Insiden itu terjadi hanya sebulan setelah ia mengundurkan diri. Sebuah tembakan dilesatkan kepadanya di lobi hotel Shinjuku. Ia selamat, karena peluru meleset.
Pelakunya masih dari kelompok sayap kanan. Ekstremis tersebut marah karena Hosokawa secara terbuka meminta maaf atas tindakan Jepang selama perang.
Dua puluh delapan tahun berlalu, insiden pembunuha Perdana Menteri Jepang kembali terulang. Jika sebelumnya motif politik ditenggarai sebagai penyebab, kali ini lebih kepada urusan pribadi.
Tetsuya Yamagami mengakui jika ia tidak memiliki dendam politik. Ia mencoba membunuh Abe karena urusan pribadi.
Tetsuya yakin jika Abe memiliki keterkaitan dengan sebuah kelompok agama tertentu. Tetsuya tidak terima, karena kelompok agama tersebut yang menyebabkan ibunya mengalami krisis keuangan. Ia menyumbang terlalu banyak.
Sekilas mungkin terlihat wajar. Tapi, masih banyak misteri yang belum terpecahkan.
Mari kita mengulik sejarah. Sebagian besar kasus pembunuhan Perdana Menteri adalah karena faktor politik. Ketidakpuasan terhadap siapa yang memimpin berakhir tragedi.
Sepertinya, kasus Shinzo Abe tidak sesederhana ini. Ada beberapa unsur yang mungkin jauh lebih kompleks dari sekadar masalah sakit hati. Daripada berspekulasi, lebih baik menunggu jalannya investigasi.
Selamat Jalan Shinzo Abe, engkau akan selalu dikenang sebagai tokoh inspiratif.
**