Propagandanya dimulai dari para tentara Amerika. Dan siasat ini berhasil. Orang Filipina menggemarinya, melebihi olahraga populer mereka, sipa (mirip takraw), dan sabung ayam.
Dengan cepat olahraga basket menjamur ke seantero negeri. Dengan bantuan Amerika lapangan basket dibangun dimana-mana, edukasi publik digiatkan, dan basket pun dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
Rakyat Filipina menerimanya dengan baik. Basket dengan cepat menjadi olah raga yang paling digemari.
Basket berhasil menjadi media pemersatu bangsa. Di lapangan, tiada perbedaan strata sosial. Dengan seragam yang sama, semua orang setara. Baik si penjajah maupun yang dijajah, kaya maupun miskin.
Selain itu, olahraga basket juga sangat sesuai dengan selera orang Filipina. Mereka menyukai permainan cepat, dinamis, dan taktis. Lagipula, olahraga basket tidak banyak memiliki aturan yang ribet.
Basket juga dianggap sebagai ajang menonjolkan eksistensi diri. Para atlit bisa pamer, karena wajah mereka kelihatan dari dekat. Para penonton pun senang, dekat-dekat dengan bintang kesayangan mereka.
Hal ini kemudian yang menjelaskan mengapa sepak bola kurang diminati. Pemainnya terlampau jauh berjarak dari penonton.
Bahkan keperkasaan basket bangsa Filipina telah menjelma menjadi sebuah monumen. Adalah stadion Philipine Arena di Bocuae yang menjadi simbolnya.
Stadion dengan kapasitas 55.000 kursi itu diklaim sebagai stadion tertutup terbesar di dunia. Kapasitasnya dua kali dibandingkan Staples Centre, markas LA Lakers di Los Angeles, AS.
Dengan demikian, tidak masalah menjadi yang ketiga di ajang sepakbola. Yang lebih membanggakan adalah Indonesia berhasil menumbangkan raksasa basket Asia, bahkan salah satu yang terbaik di dunia. Jayalah Indonesia!
**