Alur kisahnya memang sederhana, bahkan sedikit terkesan klise. Untungnya taktik perang yang disuguhkan, bukanlah ide yang biasa. Di tengah-tengah pertempuran selalu ada saja unsur kejut yang membuat penonton terkagum-kagum.
Namun, seperti biasa. Namanya juga film, susah membedakan kehebatan dengan kejanggalan. Beberapa adegan serasa tidak masuk akal. Seperti kemampuan menembak tentara China. Meskipun tanpa alat pembidik, mereka mampu membunuh musuh dalam sekali tembak.
Belum lagi menembak sambil berguling-guling di tanah. Serasa menonton film silat jadul dengan jurus gingkang sakti. Kelemahan tentara Amerika malahan lebih realistis. Kesulitan mereka membidik pasukan China justru terlihat lebih masuk akal. Â
Sayangnya penggambaran Jack dan kawan-kawannya benar-benar stereotyping. Terlihat sebagai prajurit sombong, suka meremehkan, dan kejam. Tapi, ketika terdesak, mereka juga tidak segan-segan merengek minta pulang. Kesan yang ingin disampaikan: Tentara Amerika tidak nasionalis.
Nonton film selama libur panjang lebaran adalah aktivitas yang menyenangkan. Bagi saya, film Snipers adalah pilihan yang tepat untuk mengisi waktu dengan memanjakan diri.
Alurnya yang sederhana tidak perlu banyak menguras otak. Sinematografi yang layak plus latar belakang pemandangan yang indah cukup membuat diri rileks sejenak.
Kendati film ini sarat dengan propaganda, saya tidak tergugah. Saya bukanlah komunis, dan juga bukan kapitalis. Jadi, saya tidak merasa diriku berada di pihak lawan atau kawan.
Tapi, saya cukup kagum dengan unsur nasionalisme yang ingin ditonjolkan. Bagi saya sih, tidak ada salahnya melihat nasionalisme negara lain untuk lebih mencintai negara kita.
Untuk itu, yuk sama-sama bernyanyi;
"Putra-putri terbaik Indonesiaa, ayo bersatu menjaga keutuhan NKRI dan mengusir penjajah asing yang ingin mengusik kedaulatan bangsa dan negara Indonesia."
**