Seoul menampik, hubungan kedua negara kembali memanas. Perang Dagang pun dimulai, dan sentimen anti Jepang merebak hingga ke masyarakat.
**
Saya teringat perjalan saya ke Vietnam beberapa saat yang lalu. Kebetulan di dalam rombongan, ada seorang kawan dari Jepang. Dia adalah petinggi perusahaan supplier tempat saya biasa membeli barang.
Di sebuah taman kota, ada dua orang anak kecil yang datang menawarkan perangko. Sohib Jepang ini tampak ramah dan berbincang-bincang dengan keduanya.
Akan tetapi, tetiba si Jepang ini meninggikan suaranya; "Japan... Japanese" ujarnya.
Sesaat kemudian, si Jepang tiba-tiba marah besar dan mengumpat dalam bahasa Jepang. Sontak kedua bocah Vietnam tersebut lari terbirit-birit sambil terbahak-bahak.
Apa yang terjadi?
Ternyata menurut penerjemah dari si bos Jepang, kedua bocah tersebut berbicara bahasa Korea dengannya, meskipun dirinya telah berulang kali berkata bahwa ia adalah orang Jepang.
Sesederhana itukah pokok permasalahannya?
Masalah gengsi mungkin? Orang Jepang tidak sudi disetarakan dengan warga bekas jajahannya. Sementara orang Korea juga mungkin tidak ingin disamakan dengan penjajah. Cocoklah!
Biarkanlah si Jepang bersiteru dengan orang Korea. Ia lupa jika di dalam rombongan banyak orang Indonesia. Tidak pernah membenci orang Jepang, meskipun 3,5 tahun hidup sengsara dijajah.