Jepang menyambut baik keputusan Korea Selatan. Bagi mereka, itu adalah langkah yang tepat untuk memperbaiki citranya. Menjadi semacam tindakan "balas budi" kepada bekas daerah jajahan.
Kendati demikian, Boyu Cheng dalam artikel "Decolonizing Japan-South Kore Relations (2020), ia menyebutkan jika saat itu Korea Selatan berada pada posisi dilematis.
Menolak bekerja sama atas pertimbangan sejarah atau melupakan luka lama untuk masa depan cerah. Akhirnya Korea Selatan memilih opsi kedua.
Pada 22 Juni 1965, Korea dan Jepang mencapai kata sepakat untuk pertama kali. Dua poin utama yang tercipta adalah; (i) hubungan diplomatik resmi kembali normal, dan (ii) kegiatan ekonomi bersama.
Seiring waktu berjalan, Jepang terlena. Mereka menganggap normalisasi hubungan yang terjadi sudah membuat Korea Selatan menghapus luka masa lalu.
Nyatanya tidak...
Korea Selatan pelan-pelan bangkit sebagai salah satu Macan Asia. Usaha mewujudkan persahabatan sejati tidak semudah yang dibayangkan. Tuntutan kepada pemerintah Jepang untuk memintaa maaf pun berlanjut.
Bahkan lima tahun sekali pada saat pemilu berlangsung, isu ini selalu menjadi janji-janji politik para calon presiden.
Sebagai contoh, pada 2019 lalu Pengadilan Korsel meminta beberapa perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada korban kerja paksa pada masa penjajahan dulu.
Tokyo lalu membela diri. Bagi mereka perjanjian tahun 1965 telah menyelesaikan seluruh permasalahan masa lalu.