Saya tidak tahu harga gorden, diriku bukan pedagang gorden. Tapi tentu saja, "ada harga, ada barang" berlaku di sini.
Jadi, abaikanlah harga gorden di rumahku. Keindahan nyonya dan kepelitan diriku tidak akan pernah ketemu.
Tapi, masih penasaran. Apakah harga 90 juta itu wajar? Sekali lagi tergantung penggunanya. Mau mengutamakan fungsi atau seni.
Tentu juga urgensinya, karena Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar menyatakan bahwa gorden di rumah jabatan anggota dewan tersebut sudah 13 tahun tidak diganti.
Syahdan, pro dan kontra pun bermunculan. Ada yang bilang mahal, ada yang diam-diam saja. Ada yang bilang tidak perlu, ada yang masih diam saja. Ada yang bilang pemborosan, ada yang terus diam.
Membeli gorden itu kayak busana. Mau yang murah, ada. Harganya limapuluh ribu. Mau yang mahal, miliaran pun boleh.
Jadi, jalan tengah pun harus tercapai. Apakah semua rumah jabatan perlu mengganti gorden? Bagaimana jika ternyata ada yang sudah membelinya? Bagaimana jika rumah tersebut ternyata tidak ditempati?
Ah, pikiran saya ini burem. Melihat anggaran negara seperti anggaran rumah tangga.
Tentunya mekanisme penggolontoran dana anggaran DPR ada cara mainnya. Tidak melihat kasus per kasus.
Tapi, marilah kita cari yang paling wajar dan yang paling "barbar". Melansir dari Kompas.com, gorden termahal di sebuah situs yang menjual perlengkapan rumah tangga, adalah senilai 1,299 juta. Â
Harga tersebut termasuk satu pasang gorden penggelap ruangan, bahannya 100 persen polyester. Sementara dimensinya adalah 250cm x 145 cm.