Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Kisah Habibie, Yahudi, dan Al Quran

19 Februari 2022   04:20 Diperbarui: 19 Februari 2022   04:30 3773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya dibesarkan dalam keluarga yang beragama Buddha. Saya menuntut ilmu di Sekolah Dasar Kristen, dan lanjut ke Sekolah Menengah Katolik.

Saya membaca Alkitab semasa saya kecil, dan sampai saat ini beberapa ayat dari Kitab Kejadian hingga Wahyu masih melekat di kepalaku. Hanya satu yang teringat, semuanya bagus.

Kebenaran itu universal, indah di awal, indah di pertengahan, dan indah pada akhirnya. Kebenaran itu tidak bisa dikamuflase, sebagaimana matahari yang terbit di ufuk timur dan terbenam di barat.

Terhadap agama sendiri, kebenaran yang hakiki adalah kenyataan bahwa kita hidup berdampingan dengan penganut agama lain. Itulah kebenaran.

Jadi ingat kutipan prasasti No. XXII Raja Asoka dari zaman Sang Buddha;

"Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaiknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu."

Dengan demikian maka kita dapat mengembangkan agama sendiri dan juga menguntungkan agama lain. Sebaliknya, mencela agama lain hanya akan menghasilkan keburukan bagi agama sendiri.

Kembali kepada kisah BJ. Habibie. Tentu ada kemanfaatan khusus antara kepintaran sang Yahudi dan Al-Qur'an yang dibacanya setiap subuh. Ia mengakuinya sendiri kepada Habibie.

Terlepas dari ayat Al-Qur'an yang dibaca, bagi saya sendiri sang Yahudi telah selangkah lebih maju dari siapa pun juga. Ia berhasil membuka mental bloknya dengan mempelajari kesakralan agama lain.

Dalam dunia nyata, kepintaran yang ia miliki berasal dari keinginannya untuk selalu belajar. Ia tidak pernah menutup diri terhadap hal-hal yang menurut banyak orang (mungkin) "haram".

Jadi ingat perkataan kakek, bahwa kita bisa belajar dari siapa pun juga, bahkan makian dari orang yang membenci kita sekali pun. Tegantung dari sudut mana yang ingin kita ambil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun