Sebelum Dinasti Qing (1644), belum ada penanggalan resmi tentang era tahun baru China ini. Barulah terjadi ketika seorang reformis bernama Kang You-wei (1858-1927) mencetuskan idenya.
Ia mengusulkan bahwa China seharusnya menggunakan penanggalan berdasarkan tahun kelahiran Konghucu. Yang kemudian kita kenal sebagai Tahun Kongzili dan masih digunakan hingga kini. Sebagai catatan, imlek tahun 2022 adalah 2573 Kongzili.
Sementara cendekiawan lainnya, Liu Shipei (1882-1913) tidak setuju dan mengusulkan era baru penanggalan seharusnya terhitung dari tahun kelahiran kaisar pertama di China. Yakni, Kaisar Kuning. Penanggalannya disebut dengan era Huangdi.
Jika mengacu kepada era Huangdi, maka tahun baru imlek 2022 seharusnya adalah 4719 HE. Di Indonesia penanggalan Kongzili yang digunakan, ini juga yang mungkin memaknai hubungan imlek dan Konghucu.
Namun, para penganut Taoisme di belahan dunial lain lebih senang menggunakan era Huangdi. Mereka juga mengklaim nama lain dari era Huangdi adalah Daoli atau Penanggalan Taosime.
Alasannya, Huang Di, kaisar pertama di China adalah simbol kejayaan Suku Han (Tionghoa). Ia juga yang pertama kali mempopulerkan Taoisme bagi masyarakat Tionghoa. Jadi, meskipun tanggal perayaannya sama, penanggalan era bisa saja berbeda.
Imlek juga memiliki makna lainnya. Dianggap sebagai Perayaan Musim Semi. Tidak berhubungan dengan agama atau keyakinan apapun. Karena masyarakat China adalah masyarakat agraris, maka musim siap panen pantas dirayakan.
Itulah sebabnya tradisi yang telah berusia ribuan tahun ini juga dirayakan oleh semua warga Tionghoa di seluruh dunia. Tanpa terkecuali.
Sejujurnya, saya berpendapat jika imlek memang tidak berhubungan dengan agama. Tapi, kenapa di Indonesia menjadikannya sebagai perayaan agama?
Sedikit politis mungkin. Hari libur nasional terdiri dari dua jenis, yakni; Hari raya nasional (seperti Tahun Baru, Kemerdekaan, dll), dan keagamaan.
Tidak ada hari raya kebudayaan.